SUMENEP, koranmadura.com – Pelayanan kesehatan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur terus mendapat keluhan dari keluarga pasien. Pasalnya, pelayanan yang diberikan ditengarai asal-asalan, bahkan diduga sering terjadi malapraktik.
Salah satu warga yang mengaku kesal dengan pelayanan kesehatan di Sumenep itu adalah Faisal, warga Desa Rombiya Barat, Kecamatan Ganding. Menurutnya, tiga hari lalu ayahnya sedang sakit dan harus mendapatkan perawatan medis. Itu dilakukan setelah dirinya memeriksa ayahnya ke salah satu dokter spesialis penyakit dalam di sebuah klinik di Kabupaten Setempat.
Saat itu dokter memvonis penyakit yang dialami ayahandanya adalah penyakit liver kronis. Sehingga harus dirawat di klinik tersebut sesuai arahan yang disampaikan oleh dokter meskipun biayanya sangat mahal. “Awalnya dokter menyembunyikan penyakit ayah kami, tapi setelah didesak baru diberitahukan bahwa ayah saya menderita penyakit kanker kronis,” katanya, Kamis, 19 Januari 2017.
Setelah dirawat sekitar dua hari, dilakukan USG guna mengetahui kondisi penyakit di dalam perut ayahnya. Saat itu keluarga Faisal diminta untuk membayar Rp150 ribu, dan apabila keluarga Faisal ingin mengetahui hasilnya, maka ia diminta untuk membayar Rp350 ribu. “Karena terlalu mahal, kami terpaksa tidak mengambil hasil itu,” jelasnya.
Sesuai hasil USG, di perut ayah Faisal diduga berisi cairan dan harus dikeluarkan dengan cara disedot. Sebab, jika dibiarkan dokter khawatir penyakit yang dideritanya akan semakin parah. Sebelum dilakukan penyedotan, dokter menyarakan agar pasien mendapatkan transfusi darah golongan O, Sebab menurutnya tensi darah ayah Faisal sangat rendah.
“Setelah tambah darah sebanyak dua paket, baru tensi darah ayah saya naik sekitar 9 koma sekian. Dan setelah itu petugas memutuskan untuk menyedot cairan itu,” jelasnya.
Sialnya, ternyata setelah dilakukan penyedotan, yang keluar bukanlah cairan, tapi darah segar. Padahal sebelumnya dokter meyakinkan bahwa penyakit yang diderita ayah Faisol adalah liver kronis dan ada cairan yang harus disedot akibat penyakit tersebut. “Karena yang keluar adalah darah, maka dokter memutuskan bahwa penyakit ayah saya itu adalah kangker ZA. Katanya sudah cukup parah, kemungkinan sembuhnya 50 persen” ungkapnya.
Atas kejadian ini Faisal mengaku sangat kesal, ia menilai dokter tidak serius dalam melakukan diagnosa terhadap ayahnya dan telah melakukan tindakan malapraktik. Sebab, obat-obatan yang telah digunakan selama beberapa hari sebelum penyedotan itu adalah obat untuk penyakit liver, bukan penyakit kangker. “Wajar jika selama perawatan kesehatan ayah saya tidak ada perkembangan. Ternyata obat yang diberikan tidak sesuai dengan pebyakit yang diderita,” jelasnya.
Yang membuat kesal, Kata Faisal, pihak klinik penyakit dalam itu tidak mau memberikan hasil diagnosa. Padahal, hasil diagnosa merupakan hak pasien yang harus diketahui. Sehingga, bisa dijadikan bahan untuk pengobatan selanjutnya. “Jajur kami kecewa, oleh karena itu pada malam itu kami memutuskan ayah saya dibawa pulang. Karena pelayanannya sudah tidak profesional,” jelasnya dengan nada kecewa.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep dr A Fatoni belum bisa dimintai keterangan. Pasalnya, saat didatangi ke tempat kerjanya dia sedang tidak ada. Begitupula saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, dia tidak menjawab meskipun nada sambungnya terdengar aktif. (JUNAIDI/BETH).
