SUMENEP, koranmadura.com – Adanya isu tentang sertifikasi bagi para kiai dan muballigh mendapat respon kurang baik dari masyarakat Madura. Beberapa kalangan bahkan menilai, pemerintah terkesan konyol bila betul-betul menjalankan kebijakan sertifikasi tersebut.
“Tidak etis lah, masak pemerintah harus mengatur siapa yang pantas untuk diundang sebagai penceramah dan yang tidak. Itu saya pikir konyol,” kata A. Waris, Sekretaris PCNU Sumenep kepada koranmadura.com, Senin 6 Januari 2017.
Menurutnya, masyarakat tidak bodoh-bodoh amat untuk menentukan kiai mana yang layak didengar petuahnya dan yang tidak layak. “Kalau soal label halal dan haram pada bungkus makanan, boleh lah. Sebab masyarakat tidak punya cukup pengetahuan dan alat untuk mengetahui sebuah produk, apakah layak dikonsumsi atau tidak. Tapi kalau soal ceramah agama, saya pikir itu sama halnya menganggap rakyat masih anak-anak bau kencur,” celotehnya sambil tertawa.
Selain Waris, di media sosial juga muncul cerita satir terkait sertifikasi kiai. Dalam cerita tersebut, si penulis bahkan mengaitkannya dengan isu maraknya berita hoax yang tidak jelas sumber dan faktanya. Inilah cerita satir tentang sertifikasi kiai itu:
Sedang asyik memberikan ceramah, seorang kiai sepuh terpaksa harus menurunkan mic nya. Salah satu jamaah tampak mengacungkan tangan dan naik ke atas panggung.
“Ada yang ingin kamu sampaikan,” tanya sang Kiai dengan nada lembut.
“Begini pak yai, anda ini punya sertifikat dai, nggak?” tanyanya lugas.
“Oh, saya bahkan baru dengar ada dai disertifikasi,” jawab sang kiai heran.
“Kalau begitu, yang sampeyan sampaikan sejak tadi itu Hoax,” katanya menunjuk mic sang kiai sembari menelengkan kepalanya dan langsung turun dari panggung.
Bagi Waris, Kiyai adalah produk kultur yang tidak bisa di rekayasa. Ia lahir karena kepercayaan masyarakat terhadapnya. “Karenanya, Jika memang ada maksud baik dengan sertifikasi itu mestinya sejak awal dibicarakan dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.” tambahnya. (BETH)