SUMENEP, koranmadura.com – Upaya pengemebangan sektor pariwisata yang sedang digarap oleh pemerintah Sumenep dengan program Visit Sumenep 2018 mendapat apresiasi dari Ketua Porgram Studi Pariwisata Perhotelan Vokasi Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Faidlal Rahman, SE.Par., M.Sc. Hanya saja, menurut pria kelahiran Sumenep ini, ada beberapa hal yang dirasa janggal dan perlu diperbaiki agar upaya pengembangan tersebut makin “on the track”.
“Salah satunya saya melihat beberapa destinasi wisata di Sumenep masih berbentuk UPTD (Unit Pelaksana Tugas Daerah) yang artinya ini dikelola langsung oleh pemerintah. Kalau terus begitu pasti tidak akan berkembang, karena keuangan daerah pasti akan jebol bila digunakan untuk pengembangan pariwisata secara total,” ujarnya.
Saharusnya, menurut pria yang akrab disapa Cak Faid ini, pemerintah bertindak sebagai fasilitator saja bagi para investor, bukan justru menjadi eksekutor. Pemerintah cukup menyiapkan regulasinya, dan merangsang investor agar mau masuk. “Selain itu yang terpenting adalah menjembatani dan mengkomunikasikan para investor tersebut dengan masyarakat, sehingga mereka bisa membangun dengan tenang dan masyarakat bisa menerimanya tanpa gejolak,” jelas Faid.
Dalam hal ini dia mencontohkan Kota Batu. Pertama kali lepas dari Kabupaten Malang sekitar 15 tahun lalu, kekuatan APBDnya hanya sekitar 500 miliar saja. “Sangat mustahil bila digunakan untuk membangun destinasi wisata sendiri. Untuk bikin Jatim Park 1 aja itu jauh dari cukup. Tapi mereka cerdas, mereka merangsang investor masuk, mempermudah mereka, mengkomunkasikannya dengan masyarakat, bahkan ikut membantu mempromosikan destinasi-destinasi wisata yang dibangun para investor itu. Nah, kita lihat sekarang hasilnya, semua sektor ekonomi ikut bergerak dan APBD Batu tahun ini nyaris Rp1 Triliun,” katanya.
Oleh karenanya, menurut Faid, yang pertama harus dilakukan Sumenep sebenarnya adalah menyiapkan perangkat regulasi yang jelas. Ini penting untuk membuat investor merasa punya kepastian dalam berinvestasi, dan penting juga untuk pemerintah daerah agar tidak dikibuli di belakang hari oleh mereka.
Kemudian yang kedua, permudah Investor untuk mengurus segala macam perijinan. “Bahkan kalau bisa bantu mereka dengan proaktif. Jangan belum-belum sudah dipungli,” ujarnya sambil tertawa.
Dan yang ketiga, yang juga tidak kalah pentingnya, pemerintah daerah harus bisa menjadi jembatan antara investor dengan masyarakat. Mengkomunikasikannya dengan baik agar mereka mengerti dan bisa menerima upaya pengembangan ekonomi lewat pariwisata yang dampak baiknya nanti juga akan kembali kepada masyarakat itu sendiri.
“Pokoknya gini deh, kesimpulan pertama yang harus kita sepakati adalah bahwa APBD tidak mungkin disalurkan hanya untuk membangun pariwisata, sekalipun kekuatan APBD Sumenep mencapai Rp2 Triliun lebih. Oleh karenanya yang harus dilakukan adalah merangsang investor masuk agar mau menanamkan modalnya, dan komunikasikan dengan masyarakat. Setelah pembangunan oleh investor itu nanti selesai, bantu mereka mempromosikannya. Tapi jangan lupa, yang pertama buat regulasi yang rigid dan jelas,” tutupnya. (BETH)