SAMPANG, koranmadura.com – Dugaan penyimpangan kasus pungutan liar (pungli) terhadap pengurusan proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) 2017 di sejumlah daerah, mendorong Komisi I DPRD Sampang, Madura, Jawa Timur, memanggil sejumlah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Rabu, 26 April 2017, sekitar pukul 11.00 wib.
“Kami panggil pertanahan karena di luar semakin santer pembicaraan mengenai prona 2017 karena terdapat dugaan penyimpangan,” ucap Ketua Komisi I DPRD Sampang, Aulia Rahman, usai rapat tertutup di ruang Komisi I.
Selain itu, Aulia menjelaskan, persoalan pungutan liar itu cukup dilematis, sebab anggaran operasional petugas yang terjun ke lapangan tidak masuk dalam subsidi penganggaran prona. Namun, dari sisi hukum, adanya pungutan itu jika nantinya dipermasalahkan oleh masyarakat, maka dikategorikan pungli.
“Apa pun bentuknya, baik itu Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu jika dipermasalahkan, itu tetap pungli jika ditinjau dari sisi hukum. Namun, jika penarikan itu tidak ada yang mempermasalahkan dan berdasarkan kesepakatan bersama di semua pihak, maka itu tidak masalah,” terangnya.
Dugaan Aulia, kabar yang meledak baru-baru ini, dimungkinkan tidak ada penjelasan secara detail kepada masyarakat, baik dari segi anggaran maupun item-item yang dibutuhkan dan dikerjakan saat realiasinya.
Sedangkan anggaran total prona 2017 di Sampang sebesar Rp 1.000.672.000 untuk 8 ribu bidang tanah. Per bidang tanah dianggarkan sebesar Rp 209.000 untuk pembuatan sertifikatnya.
“Kelemahannya itu. Tidak ada komunikasi, koordinasi, dan sosialisasi kepada masyarakat. Artinya, tidak dijelaskan secara detail kepada masyarakat. Memang, secara umum itu gratis, tapi di luar ketentuan itu ternyata ada pembiayaannya juga. Kalau pandangan kami, petugas BPN bekerja sesuai tupoksinya dan apabila ada penarikan, itu di luar BPN,” tegasnya.
Sementara itu, Kasi Pemberdayaan Masyarakat BPN Sampang, Indarko Susanto mengaku kuota prona 2017 yang diprogramkan oleh pemerintah pusat, sebanyak 8 ribu bidang yang tersebar di 9 Kecamatan atau sebanyak 19 desa. Sehingga untuk menyelesaikan program prona tersebut, pihaknya berkomunikasi dengan pihak kecamatan maupun desa. “Tahapan itu kami lakukan komunikasi dan koordinasi ke semua pihak, baik kecamatan maupun kepala desa. Dan target itu harus selesai tahun ini,” tuturnya.
Disinggung adanya polemik dugaan pungli, Indarko Susanto mengaku pada prinsipnya pihaknya hanya menerima berkas setelah persyaratan dipenuhi. “Sedangkan pelaksanaan di lapangan itu ada petugas lapangan untuk melakukan pengukuran. Nah, kalau pengadaan materai itu diserahkan ke desa. Di luar itu kami tidak ikut campur. Kami hanya menerima berkas, baru kita proses,” tandasnya. (MUHLIS/RAH)