Pernah mendengar kosa kata Balbudi? Masyarakat Madura atau mereka yang pernah tinggal di Madura sampai tahun 1980 an hampir bisa dipastkan pernah mendengar nama Balbudi. Ada juga yang menyebut Balkotap.
Itulah nama olah raga tradisional yang pernah hidup di Madura, terutama di Kota Sumenep. Mungkin generasi yang lahir pasca tahun 1980 an agak kurang mengetahui. Karena praktis sejak saat itu olah raga tradisional Madura agak jarang dipertandingan secara resmi. Mulai tergeser popularitas sepak bola yang makin marak ditayangkan telivisi.
Sebagai olah raga tradisional Balbudi sebenarnya tergolong memiliki banyak peminat. Di Lenteng, kecamatan yang tergolong paling sering mengadakan event kompetisi, penggemar Balbudi tergoloang sangat luar biasa. Pada setiap pertandingan Balbudi penonton tumpah ruah mengelilingi arena. Bukti lainnya kehadiran pedagang kaki lima, yang ikut meramaikan jalannya acara pertandingan bukti lain gambaran betapa Balbudi memiliki penggembar relatif banyak.
Dilihat dari tata cara permainan Balbudi sebenarnya memiliki persyaratan untuk dilombakan. Tahapan-tahapan seluruh permainan memperlihatkan semangat kompetisi yang sangat transparan sehingga mudah dinilai dan diketahui siapa yang memiliki keunggulan. Bahkan masyarakat awampun bisa dengan mudah mengetahui siapa yang memiliki keunggulan dan akhirnya bisa memenangkan pertandingan.
Merupakan olah raga tim dengan jumlah sesuai pertimbangan kapasitas lapangan, Balbudi seperti sepak bola dan volly mempertemukan pertandingan dua tim. Masing-masing pemenang kemudian bertanding lagi sampai akhirnya nanti ada satu juara pertama, kedua dan ketiga.
Balbudi murni olah raga fisik yang memadukan keterampilan tangan, kaki serta gerakan tubuh lainya. Ada varian permainan mirip bola tangan terutama terkait cara pemukulan bola. Ada juga tendangan bola yang memerlukan keterampilan khusus. Yang dipakai biasanya bola tennis.
Dua tim yang bertanding berhadapan dengan posisi bergantian. Tim yang mendapat undian pertama sebagai pemegang bola dan lainnya menjalankan peran menangkap bola. Ketika tim pertama memainkan bola dengan melempar membelakangi lawan, yang dibatasi jaring, jika bola gagal ditangkap dilanjutkan permainan tahapan berikutnya sampai kemudian jika berhasil selesai akan mendapat point satu.
Sementara tim yang berposisi menjaga untuk menangkap bola berusaha keras menangkap bola jangan sampai jatuh ke tanah. Resiko bola jatuh ke tanah akan menyebabkan lawan yang berada pada posisi pemukul bola dapat meneruskan ke tahapan berikutnya sehingga mendapat point. Demikian point dikumpulkan dengan cara bergantian posisi peran pemukul bola dan penangkap bola.
Secara kajian akademis Balbudi sebenarnya tergolong olah raga yang bisa beradaptasi menjadi permainan modern. Ini terlihat pertama dari aspek kejelasan aturan permainan. Dibanding pencak silat atau karate apalagi senam Balbudi memiliki aturan permainan yang jauh lebih jelas; sangat transparan.
Kedua, olah raga Balbudi bernuansa kompetitif. Dua tim yang bertanding saling mengadu keterampilan dalam memukul bola, menendang bola serta kemampuan menangkap bola. Semua tahapan permainan sangat jelas dan mudah dinilai oleh siapapun baik wasit maupun masyarakat yang menonton. Ketiga, unsur olah raga sangat jelas dan terakhir Balbudi relatif menghibur sebagain tontonan olah raga.
Sebagai kekayaan tradisional Madura selayaknya Balbudi perlu disegarkan dan dipopulerkan kembali. Olah raga tradisional Madura ini bukan hanya perlu diramaikan di kalangan masyarakat Madura bahkan jika memungkinkan dikaji dan dimatangkan mekanisme permainan dan aturannya untuk diperjuangkan sebagai olah raga resmi yang dipertandingan di event nasional seperti PON misalnya. Semua persyaratan olah raga kompetitif terpenuhi.
Tentu semua tergantung dari keseriusan masyarakat Madura. Moment Tahun wisata 2018 bisa jadi ajang menyegarkan, mempopulerkan kembali olah raga Balbudi agar tetap eksis dan jika memungkinkan diperjuangkan sebagai olah raga resmi event nasional.(*)