JAKARTA, koranmadura.com – Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) menolak rencana Mendikbud Muhadjir Effendy mengenai sekolah yang hanya digelar Senin hingga Jumat. IPPNU mendalami dan melihat dampak luar biasa jika sistem belajar full day school bagi para pelajar Indonesia diterapkan.
“Dampak yang ditimbulkan menyangkut waktu belajar siswa yang diforsir sehari penuh mulai pagi sampai sore. Jika diterapkan secara nasional, maka akan ada banyak pemaksaan dan penyesuaian yang berpotensi mematikan model-model belajar yang sudah ada,” kata Ketua Umum IPPNU Puti Hasni.
Khazanah di pesantren dan pedesaan yang pada umumnya siswa belajar di sekolah umum pada pagi hari, sedangkan siang hingga sore di TPQ dan madrasah diniyah.
Waktu belajar yang terlampau padat bagi siswa usia tertentu malah akan berpotensi membuat stres, tidak siap mental, dan frustasi belajar, kurangnya waktu bermain dan berinteraksi dengan orang tua.
Hal itu akan membebani siswa dan tidak efektif diterapkan jika kondisi siswa sudah kepayahan secara psikologis.
Menurut Puti, Kajian mendalam dan komprehensif mutlak harus dilakukan oleh Kemendikbud dengan melibatkan segenap pemangku lembaga pendidikan yang selama ini memiliki metodologi dan kultur belajarnya sendiri, terutama dalam konteks penerapan full day school.
“Rasionalisasi full day school oleh pemerintah belum tepat menggambarkan situasi, kondisi, dan praktik belajar sebagian besar sistem pendidikan di lembaga-lembaga sekolah, terutama madrasah diniyah dan pesantren. Full day school mungkin cocok untuk siswa yang orangtuanya bekerja sehari penuh, tapi kurang tepat untuk kondisi lain, terutama lingkungan pedesaan dan pesantren,” jelas Puti.
Kebijakan yang dipandang bagus dan positif sekalipun, tidak bisa seketika diterapkan di lingkungan pendidikan yang beragam.
Justru ada kekkawatiran besar akan menghilangkan khazanah nilai-nilai, tradisi, dan kultur pendidikan yang selama ini dianggap efektif mengajarkan nilai agama dan moral anak didik, imbuh Puti. (tribunnews.com)