SUMENEP, koranmadura.com – Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, Badrul Aini mempertanyakan master of understanding (MoU) antara investor dengan Bank Perkreditan Masyarakat Syariah (BPRS) Bhakti Sumekar selaku pihak yang membeli kios kepada investor.
Menurutnya, penjualan kios saat ini dilakukan oleh pohak investor. Padahal investor telah menjual kios kepada BPRS. “Nah, ini yang tahu kan BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah). Makanya, kami panggil kemarin,” katanya, Kamis, 1 Juni 2017.
Namun begitu, kata Badrul, BPKAD terkesan menyembunyikan kontrak antara pemerintah daerah dengan BPRS. “Ini yang lucu, kenapa BKAD tidak mau memberikan. Sudah jelas pembangunan pasar itu BPKAD yang banyak tahu,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris BPKAD Sumenep Imam Sukandi tidak bisa memberikan keterangan. Saat dikonfirmasi, mereka mengaku tidak tahu menahu. “Pengelolaan Pasar Anom sekarang sudah diambil alih Disperindag,” urainya.
Berdasarkan hasil inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Komisi II DPRD Sumenep, ditemukan adanya penjualan kios Pasar Anom Baru hingga mencapai Rp 350 juta. Harga tersebut dinilai sangat tinggi, bahkan bisa mencapai harga kios di Surabaya dan di Jakarta.
Sebelumnya,investor Pasar Anom, Trisna membantah disebut pihaknya ikut menjual. “Ada Oknum LSM yang menjadi makelar penjualan pasar, bisa jadi membawa nama perusahaan, ” ucapnya.
Dia juga membantah tentang uang denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan. “Tidak ada uang denda,” kelitnya.
Pembangunan pasar dua lantai dengan jumlah toko, kios, dan stan sebanyak 477 unit itu menghabiskan anggaran sebesar Rp 40 miliar 700 juta. Pembangunan pasar itu murni dilakukan oleh investor.
Khusus lantai satu terdapat 236 kios, stan, dan toko, bagi pedagang korban Pasar Anom Lama 2007 sebanyak 212 pedagang. Sedangkan lantai dua terdapat 241 toko, kios, dan stan, bagi masyarakat yang hendak berjualan disana. (JUNAIDI/RAH)