Ramadan tahun ini selayaknya menjadi momentum bagi ummat Islam untuk melakukan instrospeksi, mawas diri dan mengembangkan pemikiran rasional dengan menelusuri peristiwa bersejarah awal turunnya al Quran. Ummat Islam Indonesia perlu lebih komprehensif memahami surat al alaq yang mempaparkan ajaran berpikir rasional antara lain lewat membaca. “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. 96: 3-5)
Ini terasa urgensinya mengingat belakangan merebak berbagai perilaku irrasional yang justru bertentangan secara diametral dengan ajaran ayat Al Qur’an yang pertama turun itu. Soal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ISIS, pengerasan sikap kelompok dan lainnya yang belakangan mengemuka di negeri ini secara transparan memperlihatkan irrasionalitas sebagian ummat Islam.
Dengan tetap dilandasi semangat menghargai perbedaan pemikiran, apa yang dikembangkan HTI menyangkut konsepsi perjuangan penegakan khilafah dari sudut apapun jauh dari rasional. Bukan hanya normatif mengacu al Qur’an tak ada anjuran khilafah, dari konsepsi tunggal kepemimpinan khilafahpun tak terekam dalam sejarah. Proses pemilihan khulafaur rasyidin –empat khalifah – satu dan lainnya berbeda tajam. Dari sini saja bisa terjadi perdebatan panjang pola pemilihan kepemimpinan mana yang dianggap sejalan konsepsi khilafah.
Jangan lupa perjalanan keempat khalifah terkemuka itu praktis tidak mulus. Hanya Khalifah Abu Bakar As Shiddiq yang meninggal secara normal. Tiga khalifah lainnya meninggal melalui insiden berdarah. Semua menegaskan betapa tidak lineernya perjalanan suksesi kepemimpinan dalam Islam pasca Rasulullah. Sebuah gambaran bahwa pilihan-pilihan kontekstual dalam persoalan kepemimpinan selalu terbuka sejalan dinamika sosial kehidupan masyarakat di sebuah negara.
Kepemimpinan di wilayah Timur Tengah yang terlihat menjadi semacam orientasi ISIS, beberapa kalangan yang tenggelam pengerasan sikap kelompok, termasuk konsepsi khilafah dari aspek pola kepemimpinan secara riil sangat beragam. Ada yang berbentuk kerajaan, kesultanan , republik, parlementer dan lainnya. Semua memberikan paparan keaneka ragaman konsepsi suksesi kepemimpinan, yang bisa dengan mudah dikaji bila kita mencermati dengan pikiran jernih.
Berbagai pola kepemimpinan di kawasan Timur Tengah itupun tak semuanya berjalan sukses. Beberapa bahkan menimbulkan ketegangan luar biasa hingga memuncukan konflik berdarah. Nah menjadi pertanyaan apa landasan rasionalnya bila berbagai pemikiran sebagian ummat Islam di negeri ini mengacu pada konsepsi khilafah serta berbagai format suksesi kepemimpinan di Timur Tengah.
Di sinilah urgensi ajakan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk mempertajam pemikiran rasional ummat Islam dengan menelusuri ayat-ayat pertama sebagaimana disebut dalam pembukaan tulisan ini. Dengan lebih mengedepankan sikap rasional sejalan ajaran agama Islam diharapkan ummat Islam Indonesia sebagaimana para pendiri republik ini, menerima konsepsi kenegaraan negeri ini.
Konsepsi kenegaraan yang berdasarkan Pancasila sangat jelas memiliki dasar rasional dengan kondisi keanekaragaman masyarakat Indonesia. Demikian pula secara subtansi nilai-nilai keislaman sangat terbuka dikembangkan di negeri ini. Ummat dapat leluasa menjalankan agamanya dan memberikan kontribusi nilai pada negeri ini. Lalu apalagi yang dicari?