JAKARTA, koranmadura.com – Palu Artidjo Alkostar dkk kembali diketuk. Bersama koleganya, MS Lumme dan Krisna Harahap, vonis bebas Ni Luh Nyoman Hendrawati diubah menjadi 7 tahun penjara.
Kasus ini bermula saat Pemda Klungkung, Bali, akan membebaskan lahan untuk pembangunan dermaga. Bupati Klungkung I Wayan Chandra kemudian membebaskan daratan yang berlokasi di bekas Galian C Gunaksa dan Desa Tangkas seluas 50 hektare itu.
Namun, dalam pembebasan lahan untuk Dermaga Gunaksa tersebut, terjadi kebocoran anggaran di sana-sini. Alhasil, Bupati dan salah satu makelar tanah, Hendrawati, dibidik penyidik. Mereka akhirnya diadili dengan berkas terpisah.
Pada 13 April 2016, Pengadilan Tipikor Denpasar melepaskan Hendrawati. Jaksa tak terima dan mengajukan kasasi.
“Membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Denpasar. Menjatuhkan hukuman dengan pidana penjara selama 7 tahun,” demikian dilansir website MA, Rabu (21/6/2017). Duduk sebagai ketua majelis Artidjo Alkostar, dengan anggota MS Lumme dan Krisna Harahap.
Selain itu, Hendrawati diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar. Majelis kasasi menilai Hendrawati main mata dengan Bupati untuk menyepakati harga tanah menjadi Rp 14 juta per are. Padahal Hendrawati membeli dari warga seharga Rp 8 juta per are.
Namun, dalam putusan itu, keputusan majelis tidak bulat. Menurut Krisna, Hendrawati lebih tepat dihukum 2,5 tahun penjara. Tapi Krisna kalah suara sehingga Hendrawati dihukum 7 tahun penjara.
Dalam kasus ini, Hendrawati menjadi tahanan kota. Pasca-putusan kasasi yang diketuk pada 8 Maret 2017 itu, Hendrawati sudah dieksekusi pada awal bulan ini.
Bagaimana dengan Bupati I Wayan Candra? Ia lebih dulu masuk penjara untuk menjalani masa hukuman selama 15 tahun. (detik.com)