SAMPANG, koranmadura.com – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, berencana akan menerapkan pola pendidikan menjadi 8 jam belajar dengan 5 hari kerja mulai Senin-Jumat. Sedangkan Sabtu-Minggu diliburkan.
Gagasan Muhadjir Effendy ini menimbulkan kegelisahan. Bahkan mendapat penolakan keras dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sampang.
Sekretaris PCNU Sampang, KH Mahrus Zamrani menilaiMendikbud telah menutup mata terhadap pendidikan Diniyah yang telah ada sebelum Indonesia merdeka.
“Kalau ini benar dilakukan, Mendikbud benar-benar telah menafikan keberadaan madrasah diniyah yang ikut berperan membina moral anak bangsa selama ini. Jadi, kami dari PCNU Sampang menolak keras atas pemberlakuan wacana tersebut,” ucapnya, Senin, 12 Juni 2017.
Menurutnya, penerapan gagasan itu tetap tidak akan optimal. “Tetap muatannya tidak akan maksimal seperti pada umumnya. Madrasah Diniyah itu para pengajarnya merupakan asatid yang mumpuni di bidang keagamaan. Jadi, pemerintah perlu maksimalkan diklat pembelajaran keagamaannya, agar nanti pelajaran diniyah yang disampaikan juga maksimal,” paparnya.
Pembina PC Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Sampang, Moh Hasan Jailani juga menyentil pemerintah. Menurutnya, pemerintah seharusnya berhati-hati menerapkan sistem pendidikan, sebabberkaitan dengan pembentukan karakter dan masa depan bangsa.
“Masih banyak kebutuhan anak didik yang perlu diperhatikan dan dipenuhi, seperti kapasitas para guru, fasilitas pendukung di sekolah yang selama ini terasa timpang antara di perkotaan dan di pedesaan, bahkan di pedalaman,” paparnya.
Dia minta pemerintah mengkaji ulang gagasan pemberlakuan 8 jam belajar agar tidak menggusur madrasah diniyah. “Semoga rencana penerapan kebijakan itu tidak salah untuk pendidikan nasional,” ucapnya. (MUHLIS/RAH)