SAMPANG, koranmadura.com – Dokter berinisial BST di Kabupaten Sampang diduga memanfaatkan kesempatan untuk meraup untung terhadap pasien BPJS berinisial LCD (58), warga Kelurahan Rongtengah, yang berobat kepadanya.
Dugaan itu didasarkan pada saat pasien meminta surat rujukan untuk berobat ke RSUD Sampang tak kunjung direkomendasikan dengan alasan dokter tersebut masih sanggup menangani penyakitnya.
“Awalnya cuma ngecek diabetes. Karena semakin parah ketika cek up darah, kami putuskan untuk berobat ke RSUD. Tapi tidak dikasih, alasanya karena pasien baru dan masih sanggup menanganinya. Sekali cek darah itu biayanya ratusan ribu itupun ada pembatasan. Kalau di rumah sakit pasien BPJS itu gratis dan tidak dibatasi cek darah apa saja,” tutur salah satu keluarga korban, FS (55), warga Kelurahan Rongtengah, Kamis, 6 Juli 2017.
Tidak hanya surat rujukan pengobatan diabetes, pasien yang hendak meminta surat rujukan penyakit katarak yang dideritanya juga tak kunjung direkomendasi untuk berobat ke RSUD Sampang.
“Malah dokternya bilang akan memberikan surat rujukan kalau mau dioperasi mata. Padahal sama dokter spesialis mata disuruh rajin-rajin periksa agar tidak menjalar ke bagian saraf,” bebernya.
Kejadian serupa bukan hanya terjadi kali ini saja. Menurut FS, kejadian tersebut sudah pernah dialami keluarganya yang lain yang juga pernah berobat ke dokter tersebut.
“Dulu salah satu keluarga saya yang lainnya menderita ginjal dengan level rendah, setelah beberapa kali cek up dan hendak meminta surat rujukan juga tak kunjung diberi. Dan akhirnya setelah di cek ke sekian kalinya, penyakit ginjalnya diketahui bukan tambah sembuh malah semakin parah hingga meninggal dunia karena tidak nutut dibawa ke rumah sakit,” akunya.
Namun sayang, persoalan tersebut belum mendapat penjelasan dari pihak BPJS Sampang. Endah Purwandari selaku Kepala Kantor Layanan Operasional Keuangan saat dikonfirmasi mengaku sedang mengikuti rapat di Surabaya. “Saya masih mengikuti rapat di Surabaya, tanyakan kepada ibu Ima di kantor,” singkatnya melalui sambungan teleponnya.
Sedangkan Ibu Ima saat hendak ditemui di kantornya tidak sedang berada di meja kerjanya. (MUHLIS/MK)