SUMENEP, koranmadura.com – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, menolak draf Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2018. Akibatnya, sebanyak 227 bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang dinyatakan lulus tes CPNS 2016 terancam tidak digaji.
Draf KUA-PPAS diterima legislatif per 26 Juli 2017. Bila dibandingkan, alokasi anggaran belanja pegawai 2017 sebesar Rp 935.284.208.950, sementara pada 2018 menjadi Rp 987.085.228.950, mengalami kenaikan sebesar Rp 51.801.020.000 atau hampir 52 miliar. Menurut anggota Banggar DPRD Sumenep, Badrul Aini, hal tersebut terjadi karena ada usulan kenaikan belanja pegawai.
“Awalnya, bidan PTT dikontrak pusat, tapi kenapa setelah jadi PNS kok gajinya diambilkan dari APBD, bukan dari APBN. Ini yang menjadi rancu,” kata Badrul Aini, Kamis, 27 Juli 2017.
Mestinya, lanjut politisi PBB itu, gaji PNS khusus bidan PTT tidak dibebankan kepada daerah. “Anehnya lagi, eksekutif tidak ada yang berani bertanggungjawab dan merasionalkan itu semua di saat rapat Banggar. Makanya, terpaksa kami tolak,” tandasnya.
Sementara kenaikan tunjangan pegawai di Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan, masih bisa dinilai wajar karena ada pembengkakan jumlah pegawai pasca perubahan struktur organisasi baru (OPD) yang menggabungkan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
“Ada penambahan 21 pegawai di Dinas Pertanian dari tahun sebelumnya. Tapi itu tidak jadi persoalan, karena memang sebelumnya gaji mereka diambilkan dari APBD,” urainya.
Menurut Wakil Ketua Komisi II itu, pihaknya didekati seseorang agar balik menyetujui usulan eksekutif tersebut.
“Saya tadi malam dibujuk, agar ikut kunker (kunjungan kerja) ke luar daerah. Tapi, saya tidak mau, karena kami anggap ini sebuah rayuan. Agar kami terpaut dalam pelukan mereka, sehingga kami menyetujui usulan itu. Ini sudah permainan kotor yang mesti kami tolak,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, ketua tim anggaran (Timgar) Hadi Soetarto dan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep dr. A. Fatoni, keduanya masih belum bisa dimintai keterangan. (JUNAIDI/RAH)