PAMEKASAN, koranmadura.com – Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menerbitkan buku dengan judul “Pamekasan dalam Sejarah”. Isi buku tersebut menarasikan asal-usul berdirinya pondok pesantren dari agama Hindu dan Budha.
Hal itu menuai protes keras dari ketua Lembaga Perguruan Tinggi (LPT) Nahdlatul Ulama (NU) Pamekasan, Moh. Fudholi. Menurutnya, narasi dalam buku tersebut merupakan opini dari penulis yang tidak paham tentang sejarah pesantren.
“Ini sangat fatal terhadap pembaca buku itu, karena dapat mengubah paradigma seseorang,” kata Moh. Fudholi.
Kata Moh. Fudholi, buku yang diterbitkan Humas dan Protokol Pemkab Pamekasan itu perlu dikaji ulang. Apalagi tulisan yang menyebutkan bahwa pesantren dari agama Hindu dan Budha itu dikritik oleh banyak ahli bidang kepesantrenan. Salah satunya oleh Zamakhsyari Dhofir.
“Seakan penulis, utamanya Pemkab Pamekasan tidak paham tentang sejarah pesantren. Asumsi bahwa institusi pesantren berasal dari agama Hindu dan Budha perlu dikaji ulang,” terangnya.
Dia menambahkan, semestinya pemerintah melakukan konsultasi dengan pondok pesantren sebelum menerbitkan buku tersebut agar tidak terjadi ketimpangan pemikiran.
“Dengan munculnya tulisan minor pada pesantren menunjukkan bahwa Pemkab tidak mampu membangun relasi yang harmonis dan dinamis dengan pihak pesantren,” tegasnya.
“Pemahaman tentang pesantren harus utuh, sejak kapan berdiri dan pengaruhnya dalam sosial masyarakat. Sejarah panjang pesantren juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah awal Islam serta sejarah masuknya Islam pertama ke Indonesia. Asumsi bahwa pesantren bersal dari agama lain perlu dikaji ulang mengingat sistem Sinagong dan pendidikan Bhiksu tidak sama dengan sistem pesantren baik dari segi pembelajaran dan secara institusi,” terangnya. (RIDWAN/RAH)