BANGKALAN, koranmadura.com – Melihat tampangnya, sulit menyangka, Fukayan, 55 tahun, merupakan bandar sabu. Memakai kacamata, ditambah sikap yang tenang dan tutur kata yang halus, membuat Fukayan lebih pas jadi tokoh yang mengayomi masyarakat di desanya.
Tapi, kedok asli pria paruh baya itu terbongkar pada Minggu, 16 Juli 2017. Saat sepasukan polisi dari Satuan Reserse Narkoba, Polres Bangkalan, menangkapnya karena kepemilikan sabu sebanyak 36 gram.
Kepala Polres Bangkalan, AKBP Anissullah M Ridha mengatakan, saat polisi datang Fukayan tengah duduk santai di teras rumahnya di Dusun Mundin, Desa Galis Utara, Kecamatan Konang. Ia tengah asyik cangkruan sama temannya, Sumri.
“Langsung kami geledah badannya, tapi tak ditemukan sabu,” kata dia, Senin, 17 Juli 2017.
Polisi kemudian menggeledah seisi rumah, dimulai dari kamar tidur Fukayan. Dengan teliti polisi memeriksa setiap barang, bukti sabu-sabu pun ditemukan.
Pertama, sabu disimpan dalam kotak logam bekas bungkus rokok kretek. Kotak itu dibiarkan tergelatak di lantai, saat dibuka di dalamnya terdapat 1 poket sabu.
Di lemari, polisi menemukan lipatan tisu, setelah dibuka satu klip sabu. Kemudian di dalam dompet, polisi juga menemukan poket sabu. Di dalam kamar polisi juga menemukan timbangan eletrik, alat hisap sabu atau bong dan pipet. Polisi juga menemukan uang hasil penjualan sabu Rp 4,5 juta. “Total sabu yang ditemukan 36 gram,” ujar Anis.
Kepada polisi, Fukayan mengaku membeli sabu itu dari seorang bandar besar di Kecamatan Tanjung Bumi. Ketika didesak polisi untuk mengungkap identitasnya, Fukayan mengaku tak tahu nama aslinya. Oleh Fukayan si bandar besar hanya dipanggil dengan sebutan Gutteh, dalam bahasa Madura. Gutteh berarti paman. Menurut dia, puluhan gram sabu itu seharga Rp 28 juta atau rata-rata Rp 700 ribu pergram. “Saya baru empat kali jual,” tutur Fukayan.
Atas perbuatannya, Fukayan terancam pidana maksimal 20 tahun penjara karena melanggar Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Psikotropika. ALMUSTAFA/MK