SUMENEP, koranmadura.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Madura, Jawa Timur, melarang kepala desa mendistribusikan bantuan beras untuk warga sejahtera (rastra) dengan sistem pemerataan. Hal itu masuk kategori penyimpangan yang mengarah kepada korupsi.
“Raskin (rastra) tidak boleh dibagi rata, itu masuk penyimpangan,” kata Kasi Pidana Khusus, Kejari Sumenep, Agus Subagya.
Menurutnya, bantuan beras bersubsidi itu harus diberikan kepada daftar penerima manfaat (DPM) sebagaimana yang ditetapkan pemerintah. “Harus diberikan sesuai RTSM (rumah tangga sasaran miskin), diluar itu tidak boleh,” jelasnya.
Agus mengatakan, meskipun ada perubahan DPM, semisal meninggal dunia, pindah domisili atau sudah tidak layak jadi penerima karena status sosial sudah masuk kategori mampu, harus melalui prosedur yang ditetapkan.”Perubahan itu harus melalui musyawarah desa (musdes), tidak bisa langsung dipindahkan,” jelasnya.
Namun, hingga saat ini, kata Agus, pendistribusian rastra dengan sistem pemerataan terkesan hanya isu belaka. Dari berbagai kasus rastra yang diproses, seperti di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk, Desa Lapa Laok Kecamatan Dubgkek, dan Desa Poteran Kecamatan Talango, belum satupun yang terbukti. “Tidak terbukti (sistem pemerataan) meskipun sampai di pengadilan,” ungkapnya.
Saat ini terdapat dua kasus rastra yang tengah diproses di Kejari, yakni perkara Rastra Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru, dan tujuh kecamatan di kepulauan. Status perkara rastra Desa Pakondang telah naik ke tahap penyidikan pada 9 Juni 2017. Sementara kasus rastra di 7 kecamatan kepulauan masih pengumpulan bukti baru termasuk menunggu hasil penghitungan kerugian oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur.
“Kalau rastra di poteran sudah disidangkan di Tipikor Surabaya, minggu kemarin sudah masuk tahapan Replik,” tegasnya. (JUNAIDI/MK)