SUMENEP, koranmadura.com – Meski tanahnya telah kurang produktif, Matrawi tetap mempertahankan kometmennya untuk tidak menjual lahan tempat dia bercocok tanam selama bertahun-tahun kepada investor. Berbagai macam bujuk-rayu ia abaikan.
Matrawi tercatat sebagai warga Desa Andulang, Kecamatan Gapura, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Dia merupakan salah satu warga yang memilih menolak menjual tanahnya kepada investor yang sejak beberapa tahun terakhir masif melakukan pembelian tanah di kabupaten paling timur Pulau Madura.
Saat ditemui wartawan, Matrawi bertutur-kisah bahwa dia memiliki dua petak tanah di desanya. Luasnya sekitar 1.450 meter persegi. Tanah warisan itu awalnya merupakan lahan produktif. Setiap kali musim panen, tak kurang dari 6 juta didapat dari hasil pertanian di lahan tersebut.
Namun sejak sekitar 2014 lalu, lahannya tak bisa digarap secara maksimal. Lahan produktif itu mulai “terisolir” oleh bangunan tambak udang sampai sekarang. Tanahnya menjadi tidak produktif lagi karena sudah tercemar.
Meski begitu, Matrawi bersikukuh tak mau menjualnya kepada investor. Alasannya, tanah tersebut merupakan warisan turun temurun. “Sampai saat ini kami tidak mau melepas tanah itu walaupun sudah berada di tengah-tengah lahan tambak udang,” ujarnya.
Pilihan Matrawi tak mau melepas tanahnya kepada investor bukan tanpa konsekuensi. Berulang kali kaki tangan investor datang ke rumahnya, membujuk agar tanah itu dilepas. “Kalau ancaman secara langsung tidak pernah,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pembelian tanah masyarakat oleh investor di Sumenep masih terjadi sampai sekarang. Meskipun tingkat kemasifannya tak seperti pada akhir 2015 dan tahun 2016 lalu.
Aktivis Barisan Ajaga Tanah Ajaga Na’poto (BATAN) Sumenep, A. Dardiri Zubairi, menilai pembelian tanah secara masif di Sumenep oleh investor merupakan persoalan agraria yang perlu disikapi secara serius. Di antara alasannya, lahan yang dibeli adalah lahan produktif. (FATHOL ALIF/MK)