SUMENEP, koranmadura.com – Sejumlah warga Pulau Kangean, Sumenep, Madura, Jawa Timur, mengancam akan menempuh jalur hukum apabila rencana pembangunan bandar udara (bandara) di Desa Paseraman, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, tidak terealisasi. “Kalau benar, maka bisa dipidanakan,” kata Badrul.
Menurut Anggota DPRD Sumenep itu, alasannya pemerintah telah membohongi masyarakat. Pada 2016, pemerintah daerah setempat telah melakukan pembebasan lahan sekitar 10-20 persen, dengan anggaran sekitar Rp 1 miliar dari APBD tingkat II.
Dia menyatakan pembebasan lahan itu dilakukan setelah melalui beberapa tahapan, salah satunya melakukan Feasibility Study (FS) atau Studi Kelayakan. Namun, akhir-akhir ini pihaknya mendapat informasi bahwa rencana pembangunan bandara tersebut gagal. Selain itu status tanah tersebut tidak jelas, apakah milik Dinas Perhubungan atau milik pemerintah desa.
Dengan begitu, lanjut politisi PBB itu, cenderung ada masalah dalam kebijakan pemkab tersebut. “Nah, di situ pasti ada yang salah, dan itu harus dibuktikan di pengadilan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta semua elemen mengawal dan membongkar kasus tersebut. “Kami tidak akan main-main dalam persoalan ini. Kami pasti akan mengawal kasus ini hingga tuntas nanti,” tegas wakil ketua Komisi II DPRD Sumenep itu.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumenep Sustono mengatakan untuk pembangunan bandara di Kangean tetap akan dilakukan. Hanya saja lokasi yang akan dibangun belum ada kepastian, karena masih menunggu penetapan lokasi (penlok) dari Kementerian Perhubungan.
Terkait pembebasan lahan yang telah dilakukan, mantan Asisten I Setkab Sumenep itu memilih irit bicara. “Kalau soal itu tanya kepada yang lama (kepala Dishub lama),” jelasnya.
Apakah anggaran yang telah dikeluarkan sia-sia? Sustono mengaku lahan yang dibebaskan tetap akan dipakai meskipun hanya pendukung pembangunan runway. “Mubadzir? tidak,” tegasnya.
Rencana pembangunan bandara di kepulauan itu mulai terkuak ke permukaan sejak 2014. Sesuai hasil fasibility study (FS), pembangunan itu akan dilakukan di Desa Paseraman, Kecamatan Arjasa.
Sebagai bentuk komitmen, pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp 8 miliar pada 2015. Namun, anggaran itu hanya terealisasi sekitar Rp 1 miliar. Anggaran yang bersumber dari APBD tingkat II itu dianggarkan untuk pembebasan lahan seluas 7 hektare dari total kebutuhan luas lahan sekitar 18 hektare. Adapun harga tanah per meter Rp 10 ribu.
Anggaran yang dibutuhkan secara keseluruhan sekitar Rp 19,1 miliar. Rinciannya, Rp 1,1 miliar untuk pembebasan lahan seluas 11 hektare, dan Rp 18 miliar akan digunakan untuk pembangunan sejumlah fasilitas bandara yang lain, seperti pembangunan runway, terminal, lokasi parkir, dan juga pembangunan ruang tunggu penumpang.
Kemudian pada 2016, pemerintah daerah menganggarkan kembali sebesar Rp 8 miliar. Anggaran itu untuk pembebasan lahan. Karena ada kendala, anggaran tersebut tidak terserap. Tahun ini, dianggarkan kembali sebesar Rp 8 miliar. (JUNAIDI/RAH)