Kepentingan dan sikap politik mudah memberangus obyektivitas, sebut sebuah twitt. Usul baik bisa dianggap buruk bila datang dari yang tak disukai, kata twitt lainnya. Saat diusulkan kelompoknya dianggap baik begitu diusulkan lawan politik berubah total dianggap buruk.
Tiga kalimat cuitan itu semuanya mengarah pada persoalan dana haji yang sedang ramai jadi perbincangan baik di media konvensional maupun media sosial. Semuanya ingin menggambarkan betapa mudah penilaian berubah hanya karena orang yang menyampaikan berbeda posisi politik. Padahal ketika lontaran pemikiran disampaikan koleganya bukan hanya dianggap baik bahkan menjadi bagian dari konsepsi rencananya.
Begitulah yang terjadi ketika Presiden Jokowi mewacanakan penggunaan dan pemanfaatan dana haji untuk kepentingan pembangunan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Serbuan kecaman muncul dari politisi partai yang berada di luar kekuasaan seperti Fadly Zon dari Partai Gerindra, Fahri Hamzah dari PKS, Yusril Ihza Mahendra dari PBB dan termasuk tokoh PAN M. Amien Rais.
Persoalannya bukan berbagai kecaman dilantorkan politisi dari partai yang berada di luar kekuasaan, yang bisa jadi wajar mengkritisi pemerintah. Yang membuat semua terasa ironi, mereka yang mengecam itu sebelumnya justru menjadi bagian dari upaya memperjuangkan konsepsi untuk menggunakan dan mengelola dana haji untuk pembangunan. Ini jelas-jelas ditegaskan Prabowo dan Hatta Radjasa yang dicalonkan Gerindra dan PAN, yang didukung PKS, PBB pada saat kampanye Pilpres beberapa waktu lalu, yang dimuat berbagai media. Bandingkan dengan Presiden Jokowi yang baru sekedar mewacanakan sementara mereka sudah menegaskan sebagai konsepsi bahkan program.
Keanehan kedua, selama ini cara pengelolaan dana haji di negara jiran Malaysia dalam bentuk Tabung Haji dianggap model ideal. Melalui Tabung Haji, dana haji dikelola agar menguntungkan sehingga nantinya menurunkan biaya haji yang dibebankan pada para calon jamaah haji. Tapi lagi-lagi karena diusulkan Presiden Jokowi, berbagai kecaman menggelikan bermunculan dan tiba-tiba konsep sejenis Tabung Haji bahkan dianggap haram.
Selesai? Belum. Selama ini bertebaran kritikan tajam walau jauh dari rasional terkait hutang pemerintah yang dianggap membengkak walau secara ekonomi sebenarnya masih sangat aman. Perbandingan hutang dengan PDB masih di bawah 30 persen sehingga posisi hutang Indonesia tergolong sangat aman di dunia ini.
Nah yang mengherankan, mereka mengecam berhutang ke negara lain namun ketika pemerintah ingin memanfaatkan dan mengelola dana haji dikecam habis-habisan. Berhutang dikecam walau jelas-jelas digunakan untuk kepentingan rakyat dan bukan dikorupsi, memanfatkan dana di depan mata, juga dikecam. Alamak.
Tak perlu menjadi sangat cerdas untuk mengetahui bahwa ketika dana dibiarkan diam akan berkurang nilainya karena pengaruh inflasi. Jika ini berlangsung lama akan sangat besar pengaruhnya pada pengelolaan pelaksanaan haji. Apalagi biaya haji sekitar 95 persen dalam mata uang dollar. Jadi dengan pengelolaan dan pemanfaatan dana haji untuk investasi bukan hanya diharapkan menguntungkan yang terpenting mengamankan dari penurunan nilai karena inflasi.
Makin sangat jelas berbagai heboh kecaman sekarang ini bertitik tolak asal beda saja dengan pemerintah. Bukan lagi sebagai sebuah sikap oposisi cerdas yang mengkritisi pemerintah secara elegan tapi apapun yang dilakukan pemerintah harus ditolak mentah-mentah. Bahwa mereka pernah melakukan hal yang sama bahkan jauh lebih jauh lagi, tidak penting. Yang penting asal beda.