SUMENEP, koranmadura.com – Anggota DPRD Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, M. Ramsi mengingatkan jangan sampai ada pungutan liar (pungli) dalam pemrosesan program nasional agraria (Prona).
Menurut anggota Komisi III itu, dengan alasan apa pun, pungli tidak diperbolehkan. “Kalaupun ada pembiayaan, itu harus jelas dan transparan serta ada standarisasi. Namun, bukan berarti standarisasi nilai pungutan bentuk dari penyeragaman, karena lokasi setiap desa tidak sama,” ujarnya.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, Kabupaten Sumenep mendapatkan kuota Prona sebanyak 17.950 sertifikat. Jumlah tersebut dialokasikan di 30 desa yang tersebar di 14 kecamatan.
14 kecamatan itu di antaranya, Kecamatan Talango mendapatkan kuota 600 sertifikat, Pragaan 2.800 800, Saronggi 2.450, Ambunten 1000, Batuputih 250, Dungkek 310, Ganding 1.351, Manding 350, Lenteng 300, dan Kecamatan Gapura 550 petak.
Sementara Kecamatan Guluk-Guluk mendapatkam kuota 750, Dasuk 2.400, Kalianget 2.600, dan Kecamatan Kangayan sebanyak 3.500.
Politisi asal Kecamatan Pragaan itu mendorong Pemerintah Daerah maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) berperan aktif mensosialisasikan kepada masyarakat karena tidak semua biaya pemerosesan SHM melalui Prona ditanggung oleh negara.
“Kami yakin masyarakat tidak akan keberatan meskipun ada biaya yang ditanggung, asalkan dilakukan dengan transparan,” jelasnya.
Selain itu, dia mengatakan tindakan apa pun terkait prona tetap harus mempunyai dasar hukum. Setidaknya berdasarkan peraturan desa (Perdes) atau melalui kesepakatan bersama yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Agar tidak dinilai terjadi penyimpangan. “Kami harap program ini berjalan sesuai aturan. Jangan sampai menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujarnya. (JUNAIDI/RAH)