SUMENEP, koranmadura.com – Sejak beberapa tahun terakhir ratusan tenaga kerja asal Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur dideportasi dari negeri seberang. Rata-rata mereka terpaksa dipulangkan karena nekat berangkat sebagai tenaga kerja melalui jalur ilegal atau tanpa kelengkapan dokumen resmi.
Agar mereka tidak selalu menjadi korban, diperlukan adanya pendampingan atau pelatihan kewirausahaan. Sehingga mantan TKI tidak lagi berniat untuk mengais rezeki di negeri jiran dengan cara yang dilarang negara.
“Sudah saatnya pemerintah menciptakan terobosan baru khususnya bagi mantan TKI. Salah satunya dengan cara memberikan pendampingan dan pelatihan kewirausahaan secara khusus,” kata Jubriyanto, Anggota Komisi IV DPRD Sumenep.
Dikatakan, pelatihan kerja itu bisa dilakukan dengan cara pemerintah daerah menggandeng lembaga swasta, atau dicover oleh Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi (Disnakertrans) setempat melalui program pembinaan mantan TKI setiap tahun. “Namun profesionalisme tetap harus dijunjung tinggi,” jelasnya.
Lebih lanjut Politisi PKS itu mengatakan, Berdasarkan amatan sementara masyarakat terpaksa menjadi pahlawan devisa karena persoalan ekonomi. Diyakini jika potensi alam di Sumenep dikelola dengan baik bisa mendongkrak perekonomian masyarakat. Salah satunya dibidang pertanian, kekayaan laut dan yang lain. “Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri,” tuturnya.
Terpisah, Disnakertrans Sumenep, Mohammad Fadillah membenarkan banyaknya TKI asal Sumenep yang dideportasi setiap tahun. Rata-rata mereka berasal dari daerah Kepulauan, sedangkan dari wilayah daratan jumlahnya sangat sedikit. Kebanyakan mereka dideportasi dari Malaysia.
“Setiap bulan pasti ada TKI ilegal dari Sumenep yang dideportasi, jumlahnya tidak pernah kurang dari 10 orang, kadang juga lebih,” ungkapnya.
Saat ini kata Fadillah diperkirakan masih terdapat 280 TKI asal Sumenep di Malaysia. “Itu berdasarkan data dari Kedutaan Besar dan Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur,” jelasnya.
Salah satu faktor banyaknya TKI menggunakan jalur ilegal karena disamping minat TKI yang besar, persyaratan untuk berangkat legal juga agak susah. Selain itu, mereka juga tidak memiliki kompetensi.
“Karena dari segi SDM sudah tidak memenuhi, akhirnya mereka berangkat melalui tekong. Kemudian mereka baru sadar kalau jalannya salah ketika sudah kena tangkap akan didepotrasi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya kedepan akan mencari formulasi baru guna menekan tingginya minat masyarakat menjadi TKI ilegal, termasuk bagi mantan TKI khususnya yang dideportasi. (JUNAIDI/FAIROZI)