SUMENEP, koranmadura.com – Sekretaris Indonesia Voter Initiative for Democracy (IViD) Jawa Timur, Zamrod Khan meragukan kemampuan tiga komisioner Panitia Pemilu (Panwaslu) Sumenep, baik dari sisi pengetahuan maupun pengalaman memahami undang-undang kepemiluan.
“Saya prihatin komposisi (pengawas pemilu) sekarang, baik level kabupaten ataupun kecamatan,” katanya saat ditemui di Sumenep, 24 Oktober 2017.
Keraguan Zamrod didasarkan pada komisioner Panwaslu merupakan pandatang baru. Sehingga, membutuhkan waktu lama untuk memahami UU yang berkaitan kepemiluan. Apalagi, kata mantan komisioner Panwaslu Sumenep, UU yang baru disahkan, yakni Nomor 7 Tahun 2017 tentang Kepemiluan cukup rumit.
Dalam UU tersebut terdapat beberapa item yang harus dipahami. Salah satunya tentang penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub), Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemilihan Presiden. Semua aturan itu termaktub dalam satu UU yang sebelumnya terpisah.
“Meskipun diadakan Bimtek (Bimbingan Teknis) tidak menjamin 100 persen bisa paham. Karena untuk memahami substansi UU itu butuh waktu panjang,” tegasnya.
Akibat dari minimnya pengetahuan komisioner, pihaknya khawatir proses pengawasan pemilu amburadul. “Kami khawatir nanti saat pemilihan gubernur menyisakan masalah,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Panwaslu Sumenep Hosnan Hermawan belum bisa dimintai keterangan. Saat dihubungi melalui sambungan dua telepon genggamnya tidak aktif.
Diketahui, pasca pengumuman hasil tes tulis rekrutmen Panwaslu Kecamatan (Panwascam) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, beredar isu bloking kecamatan antar komisioner Panwaskab Sumenep, hingga dugaan titipan. (JUNAIDI/MK)