SUMENEP, koranmadura.com – Ahli waris tanah percaton milik Ketua Penjaga Asta Tinggi atas nama R Abd Syakur menilai proses penerbitan sertifikat hak pakai yang diprakarsai oleh Yayasan Penambahan Somala (YPS) janggal. Sebab, prosesnya dinilai penuh rekayasa.
“Prosedur (penertiban sertifikat) nyelenih, ada dugaan pemalsuan data,” kata Nur Rahman, juru bicara ahli waris atas nama RP Taufiqurrahman. Taufiqurraham merupakan cicit R Abd Syakur.
Salah satu bukti kejanggalan itu, kata Nur Rahman, ahli waris tidak pernah dilibatkan saat proses pembuatan sertifikat. Namun, tiba-tiba pada tahun 2009 lembaga negara yang berwenang, dikabarkan telah mengeluarkan sebanyak 165 sertifikat hak pakai di 12 obyek tanah milik R Abd Syakur. “Kami tidak diberi tahu, makanya tadi (saat mediasi) meminta foto copy sertifikat itu,” katanya.
Padahal, lanjut Nur Rahman, sesuai data yang dimiliki berupa leter C, peta desa, buku induk pajak bumi dan bangunan (PBB), surat pernyataan dari ahli waris tidak satupun tertulis tanah percaton apalagi tanah negara, melainkan status tanah tersebut adalah tanah persil.
Sementara bukti yang diajukan saat ajudikasi ke Mahkamah Agung oleh YPS, tanah tersebut merupakan tanah negara. Sehingga legalitas sertifikat yang dipegang oleh YPS sebagai pengelola dinyatakan sah. “Makanya saya akan uji keabsahan sertifikat itu ke PTUN,” tegasnya.
Terpisah, Ketua YPS Mohammad Amin membantah adanya polemik yang saat ini dipermasalahkan. Karena tanah tersebut sudah terbit sertifikat hak pengelola. “Ada sertifikatnya, keputusan Mahkamah Agung saya menang,” kata Amin.
Apalagi, YPS mengkalim sudah sekitar 50 tahunan mengelola tanah percaton perubahan. Hasil tanah tersebut diperuntukkan biaya apabila ada kerusakan di sekitar Asta Tinggi.
Ditanya munculnya liter C, pihaknya mengklaim itu hanya untuk mempermudah pembayaran pajak bangunan dan bumi, bukan untuk hak milik. Karena tanah percaton perbaikan tidak boleh diwariskan melainkan pengelolaannya diberikan secara turun temurun.
Sehingga, kata Amin, apabila sudah tidak lagi menjadi penjaga Asta Tinggi secara otomatis tidak berhak mengelola tanah dimaksud. Tanah itu otomatis dikelola oleh penjaga asta yang baru. “Tidak ada hubungan lagi liter C. Tidak boleh hak milik, bukan hak milik yayasan hanya melindungi hukumnya biar tidak dijual,” jelasnya.
Disinggung soal akan digugat ke PTUN, pihaknya tidak mempersoalkan. Bahkan dirinya siap menghadapi di PTUN. “Silakan saya akan hadapi, kalau kalah kami serahkan. Apa gunanya mempertahankan bukan haknya,” tegas Amin.
Sebelumnya, polemik tanah percaton itu terus bergulir hingga Pemerintah Desa Gung-gung, Kecamatan Batuan melakukan mediasi di balai desa. Mediasi itu berjalan alot karena keduanya ngotot dengan bukti-bukti yang dimiliki kedua belah pihak.
(JUNAIDI/MK)