SUMENEP, koranmadura.com – Polemik kepemilikan tanah percaton seluas 12 hektar milik salah satu penjaga Asta Tinggi, Sumenep, Madura, Jawa Timur, kian memanas. Untuk meredam, Pemerintah Desa Gung-gung, Kecamatan Batuan melakukan mediasi antara ahli waris dengan pihak Yayasan Penambahan Sumolo (YPS).
Pelaksanaan mediasi berlangsung alot di Balai Desa Gung-gung, Senin, 20 November 2017. Tampak hadir aparat desa, Camat Batuan, Polsek Kota, dan dari unsur TNI. Kedua belah pihak sama-sama ngotot mempunyai hak atas tanah percaton tersebut.
Data yang disodorkan oleh ahli waris RP Taufiqurrahman berupa liter C sebagai kepemilikan tanah atas nama buyutnya. Taufiq mengklaim atas dasar itu dirinya berhak mengelola tanah tersebut.
Sementara dari pihak YPS merasa mempunyai hak untuk mengelola dengan landasan mempunyai sertifikat hak pakai atas tanah tersebut. Bahkan kedua belah pihak saling adu mulut di depan petugas.
Hairudin selaku perwakilan dari Kepala Desa Gung-gung mengaku hanya memfasilitasi antara ahli waris dengan pihak YPS atas permintaan kedua belah pihak.
Selain karena permintaan kedua belah pihak, sebagian tanah yang dipermasalahkan ada di Desa Gung-gung, termasuk pengelola lahan adalah masyarakat Desa Gung-gung. “Keseluruhan sekitar 50 hektar yang ada di sini (Desa Gung-gung),” katanya kepada media.
Dijelaskan, dari 50 hektar tanah tersebut saat ini telah bersertifikat hak kelola di bawah naungan YPS. “Ada sebagian yang ada embel-embel Yayasan Penambahan Somala, sekitar 10 hektar,” jelasnya.
Penyertifakan itu difasilitasi oleh pihak YPS dengan alasan untuk mempermudah pembayaran pajak (SPPT). Bahkan saat pelaksanaan proses sertifikat dari ahli waris sempat diundang namun tidak hadir. “Jadi, kalau kronologis semuanya desa tidak tahu,” ungkapnya. (JUNAIDI/MK)