NEW YORK, koranmadura.com – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akan menggelar voting untuk draf resolusi yang isinya menolak keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Kemungkinan besar resolusi ini di-veto oleh AS.
Seperti dilansir AFP, Senin (18/12/2017), voting yang akan digelar pada Senin (18/12) waktu setempat ini diminta oleh Mesir yang merupakan salah satu negara anggota Dewan Keamanan PBB. Draf resolusi ini pertama diperkenalkan kepada DK PBB sehari sebelumnya, atau pada Sabtu (16/12).
Pengumuman resmi Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dianggap melanggar konsensus internasional. Kecaman dan protes keras muncul dari banyak pihak.
Draf resolusi DK PBB itu menekankan Yerusalem sebagai isu yang ‘harus diselesaikan melalui perundingan’. Draf itu berisi ungkapan penyesalan mendalam soal keputusan soal status Yerusalem, namun tanpa menyinggung Trump.
“Setiap keputusan dan tindakan yang tampak akan mengubah karakter, status atau komposisi demografi Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku secara hukum dan harus ditarik kembali,” demikian bunyi salah satu bagian draf resolusi DK PBB itu.
Draf resolusi ini juga menyerukan kepada seluruh negara untuk menahan diri tidak membuka Kedutaan Besar di Yerusalem. Seruan ini menunjukkan kekhawatiran bahwa negara-negara lain akan mengikuti langkah AS yang akan memindahkan Kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
DK PBB akan menggelar sidang tertutup pada Senin (18/12) waktu AS untuk membahas draf resolusi ini sebelum voting digelar. Para diplomat PBB memperkirakan AS sebagai salah satu anggota tetap DK PBB, akan menggunakan hak veto miliknya untuk memblokir resolusi itu.
Namun yang paling diharapkan, seluruh 14 negara anggota DK PBB kompak mendukung resolusi itu. Dibutuhkan setidaknya 9 suara anggota untuk meloloskan sebuah resolusi dalam sidang DK PBB. Selain AS, ada empat anggota tetap lainnya yang memiliki hak veto, yakni Inggris, China, Prancis dan Rusia.
Resolusi itu meminta agar seluruh negara anggota DK PBB tidak mengakui langkah-langkah apapun yang bertentangan dengan resolusi PBB soal status Yerusalem. Sejumlah resolusi PBB menyerukan Israel untuk menarik diri dari wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki sejak perang 1967. PBB menegaskan agar Israel mengakhiri pendudukan di kedua wilayah Palestina itu.
Secara terpisah, pada Sabtu (16/12) waktu setempat, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengecam keras draf resolusi itu. Danon menyebutnya sebagai upaya Palestina untuk ‘mengubah sejarah’. “Tidak ada voting atau perdebatan yang akan mengubah realitas jelas bahwa Yerusalem telah dan akan selalu menjadi ibu kota Israel,” tegasnya.
(detik.com)