SUMENEP, koranmadura.com – Kontroversi Sumenep Batik Festival yang diselenggarakan Pemkab setempat, Sabtu, 9 Desember 2017, belum selesai. Kecaman terhadap even yang dinilai telah mencederai budaya lokal itu masih terus bergulir.
Kali ini, kecaman datang dari Ikatan Santri Alumni Salafiyah Safi’iyah (IKSASS) Sumenep. Kecaman mereka disampaikan langsung ke kantor Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur, Senin, 11 Desember 2017.
Ketua Majelis Tanfidzi IKSASS Sumenep, Mawardi menyampaikan, awalnya pihaknya merasa bangga terhadap pagelaran tersebut. Sebab batik memang merupakan salah satu peninggalan nenek moyang yang perlu dilestarikan dan terus dikampanyekan.
“Tapi ternyata kegiatan tersebut dicederai oleh adanya penampilan busana, yang menurut kami, tidak etis dan secara syariat Islam itu melanggar hukum,” ujarnya.
Karena, sebagai bentuk panggilan moral, pihaknya mendesak Pemkab agar menghindari kegiatan-kegiatan yang sekiranya tidak sesuai dengan koridor-koridor Islam. Di samping itu, dalam setiap even pemerintah harus memiliki kometmen untuk mengharga budaya lokal Sumenep.
Dalam kesempatan tersebut, secara tertulis mereka juga menyampaikan pernyataan sikap. “Salah satunya kami mengecam kegiatan yang mempertontonkan aurat itu,” tegas Mawardi.
Selanjutnya, mereka juga mendesak pihak penyelenggara dan Pemkab Sumenep agar minta maaf secara terbuka. “Baik itu melalui media cetak atau pun elektronik,” pungkasnya.
Sayangnya, pernyataan sikap mereka tak bisa disampaikan langsung kepada Bupati Sumenep, A. Busyro Karim. Mereka hanya ditemui Asisten Administrasi Umum Setkab Sumenep, Mohammad Jakfar.
“Saya selaku Asisten Administrasi Umum akan menyalurkan aspirasi yang mereka sampaikan kepada Bapak Bupati sekaligus berkoordinasi dengan panitia pelaksana,” ujar Jakfar. (FATHOL ALIF/MK)