SAMPANG, koranmadura.com – Pegiat Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Koorda Sampang, Madura, Jawa Timur, menggelar acara ‘Tojuk Abhareng’ di aula hotel Camplong, Selasa, 12 Desember 2017, pukul 10.00 wib, dengan tema Lelang Jabatan atau Jual Beli Jabatan.
Acara tersebut dihadiri Kemenpan RB Rois Solihin, DPP Jaka Jatim Mathur Husyairi, Dosen Hukum Unair Surabaya Gitadi Tegas Supramodyo, Fahrul Muzaqqi (moderator), Forpimda, OPD, aktivis dan LSM dari empat Kabupaten di Madura, Bacabup Sampang 2018 mendatang, dan mahasiswa. Mereka tampak antusias mengikuti diskusi tersebut.
Ketua Umum Jaka Jatim Koorda Sampang, Sidik mengatakan profesionalisme pejabat di Sampang perlu ditingkatkan. Indikasi buruknya profesionalisme pejabat di wilayah itu selama ini bisa dilihat dari tiga faktor, masing-masing pemerataan tenaga pendidik, angka IPM yang rendah, dan serapan anggaran di Sampang masih rendah karena per tanggal 17 Agustus lalu masih 30 persen.
“Nah, itu terjadi karena dimungkinkan saat lelang jabatan baik saat seleksi, mutasi maupun promosi jabatan di lingkungan birokrasi Sampang kurang profesional. Akibatnya OPD yang ada tidak bisa berinovasi dan kinerjanya buruk. Meski tidak bisa dibuktikan, kami meyakini persoalan di Sampang itu berada pada masalah rekrutmen,” ucapnya.
Sementara Kabid Jabatan Pelaksana Deputi SDM Aparatur Kementerian Pan-RB (Kemenpan-RB), Rois Solihin mengatakan istilah lelang jabatan sebenarnya tidak ada, yang ada hanya seleksi terbuka di kalangan PNS untuk jabatan pimpinan tinggi pratama atau setara dengan Eselon II. Karenanya, apabila saat proses seleksi terbuka terjadi indikasi transaksi jabatan, maka sebaiknya dilaporkan pelanggaran tersebut kepada KASN (Kepala Aparatur Sipil Negara).
“KASN akan melaporkan dan merekomendasi kepada Presiden selaku PPK tertinggi. Nantinya Kepala Daerah maupun Pyb (pejabat yang berwenang) ditindaklanjuti dan diberikan sanksi. Kepala daerah itu kan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Sehingga semua kalangan harus proaktif seperti masyarakat, awak media, PNS maupun DPRD sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, seleksi terbuka sebenarnya sudah ada sistem merrid, yakni kebijakan atau manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang adil dan transparan tanpa membedakan gender, agama, RAS, dan tidak mengedepankan senioritas.
“Senior itu boleh, tapi kalau tidak mempunyai kompetensi, ya berarti itu tidak layak menduduki sebuah jabatan, karena syarat layak menduduki jabatan itu dilihat kompetensinya di bidang tersebut. Seleksi terbuka ini sudah diatur di PP No 11 Tahun 2017 tentang jabatan tinggi, administrasi, fungsional, semuanya ada di situ,” tegasnya. (*/MUHLIS/RAH)