Di dunia ini tak ada sebuah negara memiliki keragaman seperti Indonesia. Keragamanan agama begitu terlihat. Di internal masing agama, terutama umat Islam dan Kristianipun beragam pemahaman berkembang penuh persaudaraan tanpa ada riak-riak berarti.
Keanekaragaman suku-suku dan budaya di negeri ini makin memperlihatkan mosaik indah sangat luar biasa. Bahasapun memperlihatkan hal serupa. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sangat tepat sekali menggambarkan keragaman luar biasa negeri ini.
Yang membanggakan walau penuh warna, praktis sangat jarang sekali riak-riak konflik muncul. Kebersamaan dalam kehidupan keseharian berkembang indah. Ada kesadaran memahami perbedaan sebagai bagian dari sunnatullah.
Apapun suku dan budaya yang menjadi bagian dari kehidupan seseorang dipahami sebagai karunia Yang Kuasa. Sebab tak ada seorangpun manusia yang bisa memilih akan bersuku dan berbudaya apa saat lahir ke permukaan bumi ini.
Karena itu, sangat menyenangkan dan menyegarkan serta menyejukkan ketika membaca judul berita “Warga NU dan Muhammadiyah akan Bantu Polisi Amankan Natal.” Berita itu terasa seperti embun pagi di tengah persoalan bangsa yang tak kunjung terurai. Menyuntikkan harapan indah di tengah sikap dan perilaku sebagian kecil dari warga di negeri ini yang mengedepankan pikiran sempit, sikap sekretarian, merasa benar sendiri dan lainnya.
Ada semangat kebersamaan dan kedewasaan yang tercemin dari pemberitaan sikap dua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Bahwa perbedaan keyakinan di negeri ini tetap mendapat perlindungan dan rasa aman. Sebuah penegasan bahwa sebagian besar umat Islam di negeri ini masih tetap komitmen pada ajaran agama Islam yang membawa ruh perdamaian. Perbedaan agama bukanlah pagar yang menghalangi hubungan persaudaraan bangsa (ukhuwah wathoniyah).
Cara manusia berbakti kepada Tuhannya memang sangat mungkin berbeda. Karena beragama bukan hanya persoalan pikiran, perilaku, tetapi juga persoalan ikatan nurani, kalbu, yang pada tiap manusia, selalu terbuka perbedaan. Dalam persoalan menikmati makanan saja, Tuhan mengarunia manusia keanekaragaman selera padahal ini menyangkut soal fisik, material. Apalagi ketika terkait kalbu, hati, nurani serta jiwa seperti agama; perbedaan sangat mungkin terbuka.
Kita sering mendengar ungkapan rambut bisa sama hitam, tapi isi kepala belum tentu sama. Latar belakang bisa jadi sama, tapi ekspresi pemikiran sangat mungkin berbeda. Begitulah makhluk bernama manusia yang karena potensi akal dan nuraninya merdeka, peluang berbeda selalu terbuka. Ada kesadaran bahwa perbedaan sikap dan pemikiran termasuk dalam beragama pada dasarnya merupakan bagian dari kelebihan makhluk bernama manusia.
Yang terpenting di sini adalah bagaimana menghormati perbedaan keyakinan dan pada tataran sosial dalam kehidupan sehari-hari terjalin semangat kebersamaan sebagaimana ditunjukkan organisasi Islam terbesar di negeri ini NU dan Muhammadiyah. Perbedaan keyakinan keagamaan tidak memutus tali persaudaran dalam hubungan sosial sebagai warga bangsa.
Tuhanpun tegas tak memaksa manusia memiliki agama yang sama. Karena itu penting, dikembangkan sikap beragama yang tidak mengembangkan keterikatan keagamaan bersifat kuantitatif, mementingkan jumlah. Pengembangan dakwah tidak dilandasi memperbanyak ummat apalagi sampai menimbulkan benturan antar umat beragama. Yang perlu diprioritaskan bagaimana meningkatkan kualitas kesadaran keagamaan pada masing-masing internal umat agar tumbuh kesadaran sosial untuk peduli pada sesama.
Jika semua umat beragama sungguh-sungguh meyakini secara hakiki keyakinan agamanya, di dunia ini konflik akan minimal. Sebab semua agama mengajarkan tentang kebaikan pada sesama. Cara beribadah memang berbeda, namun semua agama mengajarkan agar berbuat baik pada sesama, peduli pada sesama.
Keanekaragaman budaya (multi kultural ) dan latar belakang agama merupakan kenyataan tak terbantahkan di negeri ini yang tak selayaknya mengoyak persaudaraan sebagai bangsa. Sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun satu juga; perbedaan tidak menjadi amunisi konflik negeri bahkan sebaliknya menjadi energi pengikat, yang membentuk untaian aneka warna indah dari Sabang sampai Merauke. Damai di bumi, damai Indonesiaku.