JAKARTA, koranmadura.com – Klaim sepihak Amerika Serikat tentang Yarusalem sebagai Kota Israil, akhirnya berakhir di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi menolak keputusan Amereka Serikat setelah melihat hasil voting negara-negara lebih banyak menentang kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Guru Besar Hukum Internasional UI, Prof. Hikmahanto menyatakan, dengan resolusi PBB itu, maka Trump kehilangan legitimasi atas pengumuman untuk memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yarusalem.
Menurutnya, Trump telah mengubah negara AS yang kampiun demokrasi menjadi negara otoriter. “Kepemimpinan AS atas dunia akan terus dipertanyakan, bahkan akan dicemooh oleh dunia. Mayoritas negara dunia tidak lagi takut dengan ancaman AS,” sebut Hikmahanto.
Masih kata Hikmahanto, setelah ada resolusi PBB itu, dunia perlu merumuskan beberapa hal. “Pertama, berbagai pemimpin dan tokoh dunia menyerukan agar AS mau tunduk pada Resolusi MU PBB karena suara mayoritas dunia. Sebagai kampiun demokrasi sudah sewajarnya bila AS mau mendengar suara mayoritas. Kedua, atas dasar perdamaian dunia, pemimpin, dan tokoh dunia mengimbau kepada para politisi AS, termasuk para mantan Presiden AS untuk mengingatkan Trump pengaruh Resolusi MU PBB terhadap kepemimpinan AS di dunia,” ujarnya.
Seperti diketahui, Resolusi Majelis Umum PBB disetujui oleh 128 negara dari total 193 negara anggota tersebut. Selain menolak keputusan Trump soal Yerusalem, resolusi Majelis Umum PBB ini juga menegaskan bahwa status final Yerusalem harus diselesaikan lewat negosiasi langsung antara Palestina dan Israel, dan setiap keputusan yang dibuat di luar kerangka itu harus dicabut.
“Meski Resolusi MU PBB tidak bertaji seperti Resolusi DK PBB namun Resolusi MU PBB menunjukkan mayoritas dunia menentang tindakan Trump,” tambah dia. (rah/detik.com)