SUMENEP, koranmadura.com – Beberapa pengrajin genting di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terancam gulung tikar. Hal itu dikatakan oleh Bunarwiyanto, salah seorang pengrajin genting asal Desa Andulang Kecamatan Gapura, Sumenep. “Kendalanya saat ini soal pemasaran,” katanya, Rabu, 13 Desember 2017.
Produk genting asal Andulang diduga kalah bersaing dengan genting hasil pabrik seperti hasbis. “Di area perkotaan banyak yang memakai genting beton,” ujarnya.
Menurutnya, semangat pengrajin genting mulai kendur karena proses produksi membutuhkan waktu yang cukup lama, namun pembelinya sepi.
Dia menjelaskan tidak mudah membuat genting. Pertama, pengrajin harus mengulah tanah liat yang dicampur dengan pasir. Setelah itu, baru masuk proses cetak dengan menggunakan alat pencetak yang disediakan. Kemudian didiamkan di bawah atap bangunan hingga setengah kering. Lalu dijemur selama kurang lebih dua hari sebelum masuk proses pembakaran. “Proses pembakaran ini membutuhkan waktu selama dua sampai tiga hari,” jelasnya.
Seterusnya diambil dan dijeburkan ke air yang telah disiapkan. Jika proses itu sudah selesai, hasilnya sudah siap jual.
Mengenai jumlah hasil produksi setiap hari, lanjut Bunarwiyanto, seorang pengrajin hanya mampu memproduksi sekitar 500 unit. Itu juga bila pengolahan bahan menggunakan mesin pengolah tanah liat. Kalau menggunakan cara tradisional, hasilnya tidak sebanyak itu.
Sedangkan harga jual saat ini dipatok Rp 1 juta sampai 1 juta 3 ratus ribu per 1000 unit. “Ini harga ditempat,” jelasnya. (JUNAIDI/RAH)