Sebuah video pendek diterima penulis. Isinya tentang pesan dari seorang ulama terkenal berisi himbauan agar memberikan kecaman terhadap tindakan memanfaatkan anak-anak untuk melakukan kekerasan. Tidak main-main. Kekerasan di sini benar-benar sebuah kekerasan mengerikan dalam bentuk bom bunuh diri.
Selanjutnya ditayangkan adegan seorang ayah dan ibu mempersiapkan dan mengantar si anak yang disebut bernama Fathimah. Anak itu dikalungi beberapa bom, yang diledakkan menggunakan remote kontrol dari luar lokasi sasaran bom.
Tak ada penjelasan latar belakang siapa orang tua yang tega “memanfaatkan” anaknya untuk melakukan bom bunuh diri. Dari segi penampilan dan berbagai pemberitaan sepak terjangnya diduga laki-laki yang merupakan ayah dari Fathimah bernama Abdurrahman Asy Syaddad bagian dari kelompok ISIS.
Peristiwa mengerikan yang disebutkan terjadi 16 Desember tahun 2016 itu, memang tak terlalu luas pemberitaannya. Mungkin, karena kantor polisi di Damaskus, yang menjadi sasaran bom bunuh diri hanya hancur bangunannya dan tak ada korban lain selain si Fathimah yang malang.
Penulis sempat terhenyak, terkesima menyaksikan video pendek itu dan berharap hanya sekedar hoax. Namun, sulit meragukan video yang ditayangkan salah satu Televisi Syiria, karena yang berbicara seorang ulama, yang dengan nada “gemas” meminta umat Islam mengecam tindakan brutal itu. Bayangkan, seorang anak berusia belum 10 tahun dijadikan alat kepentingan politik dengan cara melakukan bom bunuh diri. Sulit menggambarkan kebiadaban tindakan mengerikan yang memperalat anak kecil, apalagi anak kandung sendiri.
Siapapun yang berpikir waras menganggap kebrutalan dan tindakan kekerasan dalam bentuk pembunuhan yang dilakukan ISIS selama ini, sudah jauh keluar dari norma peradaban manusia. Apalagi ketika berbagai tindakan kekerasan mengatasnamakan agama. Masyarakat dunia yang berpikir waras mengecam berbagai tindakan ISIS.
Namun ternyata kekerasan yang selama ini dipublikasikan kadang secara sengaja masih belum sepenuhnya menggambarkan kebrutalan ISIS. Ternyata ada lagi tindakan penghancuran nilai kemanusiaan yang jauh lebih brutal seperti yang ditayangkan dalam video pendek itu. Bayangkan, seorang ayah tega dan tanpa rasa bersalah memanfaatkan anak kandungnya untuk kepentingan politiknya, mengatasnamakan agama untuk melakukan bom bunuh diri. Naudzubillah.
Benar-benar sebuah tindakan mengiris dan bahkan menghancurkan hati nurani mereka yang masih memiliki nilai kemanusiaan. Sulit membayangkan manusia macam apa yang tega secara terencana anak kandungnya dikorbankan dalam ledakan bom bunuh diri atas nama meraih jihad fi sabilillah.
Fathimah yang masih berusia sembilan tahun itu, secara manusiawi masih jauh dari dewasa. Ia masih menikmati kegembiraan layaknya seorang anak, yang belum mampu berpikir sungguh-sungguh tentang kehidupan dunia ini. Dunia Fathimah, secara normal masih merupakan dunia bermain, bercanda dan belajar untuk persiapan masa depannya. Namun semua kehidupan wajar seorang anak itu dengan tanpa rasa bersalah, mengatasnamakan agama, dihancurkan untuk sebuah kepentingan bernama kekuasaan.
Ajaran Islam sangat jelas tak pernah membebani anak-anak yang belum dewasa dengan beban apapun. Dalam soal sholat saja, anak baru boleh diberikan pukulan pendidikan sekedarnya ketika berusia 10 tahun. Itupun setelah sebelumnya dibiasakan atau dilatih.
Dari sini sangat jelas, dalam ibadah terpenting Islam yaitu sholat saja, disiplin ketat baru ditegakkan setelah anak berusia 10 tahun. Itupun ada proses bimbingan relatif panjang melalui pengkondisiaan dari sejak anak berusia sekitar enam sampai tujuh. Nah jika dalam ibadah terpenting saja Islam mengakui perkembangan dunia anak, apalagi yang sama sekali tak terkait kepentingan anak seperti jihad dan sejenisnya. Rasulullahpun melarang anak-anak yang belum dewasa mengikuti perang. Para pemuda belia di era Rasul, kalau diikutkan perang hanya sekedar membantu mengangkut kebutuhan logistik.
Tergambar jelas betapa pelibatan anak dalam perang apalagi sampai menjadikan anak sebagai pelaksana bom bunuh diri, dari sudut pandang Islam dan agama apapun, bahkan komunitas manapun, tak bisa dibenarkan. Jelas ini adalah kebiadaban luar biasa. Penghancuran nilai-nilai kemanusiaan yang sangat mengerikan.
Anakmu adalah anak zamannya. Orangtua tidak memiliki hak selain memberikan bimbingan; mengantarkan anak menggapai cita-citanya. Memaksakan selera makanpun orangtua tidak memiliki hak apalagi menjadikan sebagai martil bom bunuh diri. Dunia harus bergerak menyelamatkan anak dari orangtua biadab, sebagaiamana ditayangkan video mengerikan itu. (*)