Tak sampai satu menit usai gempa yang terjadi tanggal 23 Januari 2018 lalu media sosial dipenuhi pemberitaan seputar gempa. Awalnya informasi bahwa ada gempa relatif keras. Sekitar tiga menit kemudian berseliweran informasi resmi dari BMKG. Kali ini informasi yang beredar relatif lengkap termasuk foto lokasi, posisi pusat gempa dan lainnya.
Jarum jam bergerak sekitar 30 menit dari waktu kejadian gempa, media sosial mulai diwarnai pemberitaan dengan “kesan” lebih lengkap. Ada gambar rumah rusak, tanah terbelah bahkan video amatir yang lagi-lagi dikesankan sebagai akibat gempa. Sebuah video pendek yang diambil dari sebuah mobil di lokasi Rumah Sakit Bunda Depok memaparkan kesibukan perawat dan dokter yang mengungsikan pasien. Cukup menarik. Dan lebih menarik lagi ketika diisi pula komentar sang kameramen amatir yang menjelaskan (apa makin jelas atau justru makin tidak karuan) informasi apartemen yang disebutnya miring. “Apartemen Margonda miring dan para penghuni bangunan sekitarnya keluar untuk menjauhi,” katanya, dengan nada tanpa panik. Sebuah isyarat –mungkin- sedikit profesional. Ahai.
Seperti biasa, berbagai gambar yang dikesankan dampak gempa itu sama sekali tak berhubungan dengan gempa. Mungkin ada gambar dan video yang ditemukan tampak selintas berhubungan dengan gempa, langsung disebarkan tanpa diteliti terlebih dahulu. Jadilah video truk di atas kapal penyeberangan Merak yang terombang ambing ombak dianggap korban gempa. Termasuk pula tanah terbelah di Kabupaten Gunung Kidul, sebagai akibat gempa.
Apa lagi? Sejam setelah gempa mulai tangan-tangan usil mengirimkan meme-meme lucu. Berbagai video dan gambar lucu yang bisa dikaitkan peristiwa gempa beredar. Ketegangan menurun berganti gelak tawa walau ada juga yang mengingatkan agar jangan mencandakan gempa. “Ini musibah kok dibikin canda,” sebut sebuah pesan, yang juga beredar.
Proses penyebaran berita yang terkait maupun dipaksa dikaitkan gempa itu masih memperlihatkan sebuah itikad baik. Masyarakat menyebarkan sekedar membagi informasi. Nawaitunya relatif bersih termasuk pula dalam kasus Apartemen Margonda. Mungkin hanya ketaktahuan atau sikap asal main comot saja, sehingga akurasi data jauh dari kebenaran. Tetapi tetap bermaksud menggambarkan kejadian yang sesungguhnya walau -setidaknya semacam kesalaham asumsi jika ternyata tidak benar.
Yang mungkin memprihatikan ketika di tengah peredaran informasi soal gempa itu ada kesengajaan menyebarkan hoax berpotensi meresahkan masyarakat. Penjelasan informasi dari BMKG soal prediksi gelombang tinggi –kebetulan tanggalnya berdekatan- disebarkan ditambahi informasi menyesatkan tentang potensi gempa susulan. Sangat jelas merupakan kesengajaan menciptakan kegaduhan dan kekhawatiran entah dengan tujuan apa. Di sini kelihatan sekali nawaitu buruk dari yang memplintir informasi itu sehingga BMKG harus menyampaikan klarifikasi resmi.
Dari peristiwa gempa ini terlihat sangat jelas betapa “dasyat” kesadaran untuk menyampaikan informasi dari masyarakat pengguna media sosial. Diakui atau tidak Medsos telah jauh mengalahkan kecepatan pemberitaan media mainstream yang baru memberitakan –untuk online- lebih dari lima menit seusai gempa. Media cetak sudah pasti jauh lebih tertinggal lagi.
Sangat luar biasa. Jika kesadaran dan kegairahan ini dibarengi kesungguhan memastikan keakuratan data dan informasi termasuk pula semangat mengklarifikasi akan sangat potensial manfaatnya. Berbagai sosialisasi bernilai penting akan sangat mudah beredar dan diterima masyarakat serta spontanitas reaksipun sangat mungkin berlansung cepat. Mobilisasi kebaikan akan lebih mudah berjalan efektif sehingga jika menyangkut penyelamatan dari bahaya misalnya, akan lebih banyak yang terselamatkan.
Memang, tetap perlu ada semacam penyadaran terutama bagaimana menumbuhkan sikap ketelitian. Bahwa menyebarkan informasi secara cepat sangat baik namun tetap harus atas dasar kecermatan, keakuratan serta kehati-hatian. Meme-meme lucu biarlah sebagai bumbu asal tak berlebihan serta jauh dari kesan melecehkan para korban musibah, bila memang ternyata ada korban.
Namun demikian, aparat berwenang, sebagai bagian dari proses pembelajaran kesadaran dan pemahaman pengembangan informasi perlu bekerja keras mengusut dan mencari penyebaran informasi hoax, yang sangat jelas disengaja untuk memutarbalikan fakta. Tindakan keras pada penyebar hoax, fitnah, plintiran berita jelas merupakan bagian dari upaya proses pendewasaan. Bila tidak ada langkah penindakan, kesadaran informatif masyarakat akan terkontaminasi sehingga bukan manfaat besar yang akan muncul bahkan malah sebaliknya dapat menumbuhkan bibit-bibit kerusakan sosial, yang sangat berbahaya bagi keharmonisan kehidupan masyarakat negeri ini.
Ayo sebarkan informasi benar dan bersama-sama memerangi hoax, fitnah, plintiran berita dan hal-hal pemberitaan buruk lainnya.