Ada cerita menarik dari Presiden Joko Widodo yang diposting di wall facebooknya. Saat menghadiri konferensi Organisasi Kerja Sama Islam, beberapa waktu lalu seperti diceritakannya, sempat mendapat saran menarik dan menggelitik dari beberapa pemimpin negara Islam. Mereka, lanjut Presiden Jokowi, menyarankan agar generasi muda Indonesia yang dikirim ke Timur Tengah sebaiknya belajar ekonomi, perdagangan atau perminyakan. Sebaliknya, generasi muda Timur Tengah belajar mengenai Islam ke Indonesia.
Penilaian Presiden Joko Widodo yang menyebut saran itu menggelitik memang bisa dipahami. Sebab saran para pemimpin negara-negara Islam itu terasa jauh dari kelaziman terutama jika dikaitkan dengan persepsi dan pandangan pemikiran serta penilaian dinamika keislaman konvensional. Selama ini jika bicara tentang keislaman Timur Tengahlah dianggap sebagai pusat dan sumber tempat belajar. Apalagi data dan fakta membuktikan bahwa Islam pertama turun dan berkembang di Arab. Bahkan agama samawi lainnya, hampir semuanya turun di kawasan Timur Tengah. Karena itu memang benar terasa sangat menggelitik ketika muncul saran agar belajar keislaman ke Indonesia.
Kalau soal saran belajar ekonomi, perdagangan atau perminyakan ke Timur Tengah masih merupakan pemikiran umum katakanlah masih tergolong lazim. Karena kawasan Timur Tengah sudah terkenal sebagai salah satu kawasan pengelolaan sumber-sumber cadangan minyak. Beberapa negara di Kawasan Timur Tengahpun dari perkembangan ekonomi relatif lebih baik dari Indonesia. Jadi, bisa dipahami jika ada saran generasi muda Indonesia agar belajar persoalan eksplorasi dan pengelolaan minyak dan ekonomi ke Timur Tengah.
Belajar keislaman ke Indonesia? Apalagi saran ditujukan kepada generasi muda dari Timur Tengah, yang selama ini dianggap pusat ilmu pengetahuan keislaman sudah tentu memang akan membuat sementara kalangan mengerutkan kening. Mengapa saran “menggelitik” itu justru datang dari para pemimpin negara Islam? Ini mungkin yang menarik ditelaah.
Jika menyangkut persoalan khasanah keilmuan terutama sumber ilmu pengetahuan Islam berbahasa arab, agaknya saran itu mungkin masih menimbulkan debatable. Sejauh ini kawasan Timur Tengah sampai sekarang masih dianggap relatif memiliki kekayaan khasanah keilmuan keislaman lebih lengkap sekalipun katakanlah pengelolaan kepustakaan belum setingkat tradisi intelektual masyarakat Eropa dan Amerika Serikat. Beberapa negara di luar Timur Tengah seperti Belanda, memang diakui memiliki kekayaan kepustakaan keislaman relatif lengkap. Namun sulit diingkari untuk khasanah keislaman tetap di Kawasan Timur Tengah masih relatif lebih baik.
Tapi mengapa muncul saran menggelitik untuk belajar keislaman ke Indonesia? Tampaknya arah saran itu lebih mengacu pada pemahaman dan keterikatan keislaman kontekstual dan kekinian. Sebuah realitas yang memperlihatkan dinamika perkembangkan keislaman dalam kenyataan sosial di era modern sekarang ini.
Ada kemungkinan para pemimpin negara-negara Islam itu kecewa menghadapi kenyataan keterikatan keislaman di Kawasan Timur Tengah jauh dari mencerminkan watak damai dan keramahan Islam. Yang lebih terlihat konflik politik, pertarungan kepentingan, perang yang menyebabkan darah dan air mata tumpah. Keislaman di Timur Tengah lebih memperlihatkan wajah keberingasan yang penuh darah, bertolak belakang dengan subtansi ajaran Islam yang penuh damai. Termasuk pula dianggap bertolak belakang dengan keislaman di masa-masa awal Islam yang mampu mewujudkan nilai-nilai rahmatan lil alamin.
Mereka, para pemimpin negara-negara Islam itu terkesan menyaksikan keterikatan keislaman negeri ini yang lebih mencerminkan nilai hakiki agama Islam. Sebuah keislaman yang ramah, bersahabat, penuh damai sehingga praktis sangat jauh dari konflik berdarah-darah.
Perbedaan-perbedaan pemahaman keagamaan di negeri ini sebatas persepsi yang tetap mampu menebarkan harmoni kehidupan damai -tanpa riak-riak berarti. Praktis hampir tak ada konflik sosial berlatar belakang agama. Jangankan antar ummat Islam, antar ummat Islam dengan ummat agama lainnya juga praktis untuk sekarang ini tak ada pertentangan. Jikapun ada kekerasan bernuansa agama lebih merupakan ekspresi protes kegelisahan dari segelintir orang, yang dengan mudah dapat diproses secara hukum.
Pada point keterikatan keislaman penuh kedamaian di negeri ini tampaknya yang memunculkan lontaran pemikiran menggelitik dari pemimpin negara-negara Islam untuk belajar Islam di negeri ini. Sebuah pemikiran didukung realitas obyektif, yang tentu saja menggembirakan dan selayaknya perlu terus dijaga bersama.
Jika bangsa lain menginginkan dan sangat mungkin ingin meniru kehidupan keislaman seperti di Indonesia, ini menegaskan bahwa keislaman di negeri ini jauh lebih baik dibanding di Kawasan Timur Tengah yang tak pernah sepi dari bau mesiu dan darah serta cucuran air mata. Karena itu, marilah keislaman indah ini kita jaga agar senantiasa menebarkan kedamaian dan keharmonisan serta keramahan khas Indonesia.