SUMENEP, koranmadura.com – Sejumlah aktivis yang mengatasnamakan Penegak Pilar Bangsa dan 12 kepala desa di Kecamatan Bluto, Sumenep, Madura, Jawa Timur, mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, Selasa, 23 Januari 2018.
Kedatangan mereka untuk menyamakan persepsi terkait adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengurusan Proyek Operasi Nasional Agraria (prona).
Mereka berharap urusan prona diberi pengecualian oleh penegak hukum, karena kondisi di bawah dinilai tidak sesuai dengan aturan yang dilahirkan dalam surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.
Koordinator Penegak Pilar Bangsa Edy Junaidi mengatakan, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pada 22 Mei 2017 di Jakarta, menetapkan jenis kegiatan, jenis biaya, dan besaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan persiapan pendaftaran tanah.
Menurutnya, sesuai yang tercantum dalam SKB, biaya pembuatan sertifikat tanah melalui prona hanya Rp 150.000 – dengan empat patok dan dua materai. “Tapi, realita di bawah lebih dari itu, karena yang digunakan di Madura bukan kavling, maka biayanya pasti lebih,” katanya.
Bahkan, kata Edy, untuk di Madura satu petak bisa membutuhkan patok lima sampai delapan buah, kemudian materainya bisa membutuhkan tujuh hingga delapan. “Lalu dari mana biaya itu didapatkan. Yang jelas ditanggung oleh pemilik lahan. Apa itu disebut pungli?” jelasnya.
Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kecamatan Bluto, Warid menyatakan, sebenarnya desa tidak terlalu berharap program prona apabila ujung-ujungnya akan berurusan dengan hukum. “Pada dasarnya, kami tidak butuh, karena jika warga butuh legalitas tanah, biar ngurus sendiri, dengan biaya sendiri pula, kan tidak resiko ke kami (kepala desa, red),” katanya.
Saat dikonfirmasi Kepala Kejari Sumenep, Bambang Panca Wahyudi Hariadi enggan berkomentar terkait permintaan sejumlah aktivis dan para kepala desa itu. “Sebagai penegak hukum, kami harus menjalankan ketentuan sesuai aturan,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Kertasada Kecamatan Kaliamget dan Kepala Desa Aengpanas Kecamatan Pragaan diperiksa Penyidik Kejari. Mereka diperiksa karena masalah Prona. (JUNAIDI/RAH)