KORANMADURA.com – Membanggakan. Perkembangan dunia medis makin maju. Sebagai buktinya, beberapa penelitian terdahulu menyebutkan tes darah dapat mendeteksi 8 jenis kanker berbeda, namun temuan terkini menunjukkan tes darah dan urine juga bisa mendeteksi autisme pada anak-anak. Hal ini terungkap dalam hasil penelitian para ilmuan Inggris.
Mereka menemukan banyak gangguan autisme atau autism spectrum disorders (ASD) disebabkan oleh faktor genetik, sedang sisanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, mutasi, dan varian genetik langka seperti mutasi transporter asam amino. Mereka berharap dapat membantu diagnosis awal gangguan autisme pada anak-anak sehingga bisa cepat dan tepat penanganannya.
Peneliti dari University of Warwick dan Universitas Bologna, Italia menemukan ada hubungan antara autisme dengan kerusakan protein dalam plasma darah. Penelitian yang diterbitkan di jurnal Molecular Autism, Senin, 19 Februari 2018 itu menyebut anak-anak dengan ASD mengandung dityrosine (DT), menandakan oksidasi reaktif dan zat modifikasi gula yang disebut advanced glycation end-products (AGEs).
Dalam uji cobanya, tim peneliti melibatkan 38 anak yang didiagnosis ASD dan 31 anak sehat sebagai kelompok kontrol berusia 5 sampai 12 tahun. Sampel darah dan urine diambil dari keduanya untuk dianalisis. Hasilnya ada perbedaan kimia antara kedua kelompok itu.
Dibantu oleh University of Birmingham, mereka mengamati perubahan beberapa senyawa menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mencari pembeda antara anak ASD dengan kelompok kontrol yang sehat. Ternyata tes diagnosis tersebut dianggap jauh lebih baik dan akurat daripada metode apa pun yang ada saat ini.
Selanjutnya, tim peneliti ingin mengulangi penelitian dengan jumlah peserta yang lebih banyak untuk mengkonfirmasi apakah tes diagnosis tadi mampu mengidentifikasi ASD sejak dini, juga melihat bagaimana ASD dapat berkembang menjadi penyakit yang lebih parah. “Penemuan kami dapat digunakan untuk memperbaiki diagnosis ASD awal. Kami harap tes ini juga dapat mengungkap faktor penyebab ASD yang lain,” ujar Dr Naila Rabbani, pemimpin penelitian dari University of Warmick, dilansir dari The Independent, Senin, 19 Februari 2018.
Anak dengan ASD disebut memiliki gangguan pada interaksi sosial dan komunikasi. Mereka cenderung mengalami gangguan bicara, perilaku kompulsif, hiperaktif, susah beradaptasi dengan lingkungan baru, dan kecemasan. (kompas.com/rah/vem)