KORANMADURA.com – Bagi sebagian orang, punya pasangan barangkali sudah bisa hidup tenang. Akan tetapi, tidak semua pasutri menyadari, hubungan yang dijalani dengan pasangan masing-masing sebenarnya tidak aman. Sebelum penyesalan menimpa, perlu dikenali 5 tanda jalinan hubungan yang berisiko itu, sebagaimana diuraikan para pakar hubungan pernikahan berikut.
1. Sering berteriak dan bertengkar
Bisa dipastikan, setiap pasutri pasti pernah berselisih pendapat, bahkan bertengkar. Meskipun begitu, pertengkaran itu masih bisa dianggap normal. Akan tetapi, apabila pertengkaran itu sering berulang, apalagi disertai dengan tindakan kekerasan, berhati-hatilah. “Jika konflik dalam hubungan Anda sering dan menguat apalagi disertai tindakan kekerasan, ini adalah lampu merah,” ucap Erin Lewis Ballard.
2. Membuat skor
Pernikahan seharusnya bukan seperti pertandingan basket di mana masing-masing pihak membuat catatan sudah berapa kali mereka melakukan hal yang baik atau buruk. “Ketika kamu dan pasangan sering mengungkit kesalahan atau hal-hal baik, ini adalah tanda kamu berdua berada di pihak berlawanan,” kata Ballard.
3. Takut bicara
Merasa takut atau sungkan mengatakan isi pikiran terhadap pasangan, berhati-hatilah. Memang tidak mudah berbeda pendapat dengan orang yang kita sayangi, tetapi jika kamu merasa tidak nyaman mengungkapkan perasaan, pasti ada sesuatu yang salah.
4. Hanya peduli diri sendiri
Peduli hanya pada diri sendiri. Ini narsis, namanya. Orang yang baik, akan selalu menyayangi dan peduli pada orang lain. “Ketika kamu berpasangan dengan orang yang narsis, hanya dia yang paling penting,” kata Evie Shafner.
Orang yang narsistik, kata Evie, akan memanipulasi dan membuat pasangannya merasa bersalah untuk memenuhi keinginannya. “Mereka senang bicara tentang diri sendiri dan kurang responsif pada apa yang terjadi pada Anda. Mereka kekurangan empati,” katanya.
5. Merasa tidak ada yang benar
Merasa selalu ingin berbuat untuk menyenangkan pasangan, tapi tak pernah bisa, maka kamu tak akan sampai pada tujuan. “Membuat seseorang merasa mereka tidak bisa melakukan hal yang benar adalah bentuk kekerasan psikologi. Pasangan kita seharusnya menjadi pendukung terbesar, bukan sebaliknya justru menjatuhkan,” kata Shafner. (kompas.com/rah)