SUMENEP, koranmadura.com – Anggaran dana desa (DD) yang cukup besar dari pemerintah pusat rentan disalahgunakan. Tidak heran selama ini banyak kepala desa yang dilaporkan kepada penegak hukum atas dugaan korupsi.
Hal itu dikatakan oleh Analisis Bidkum Polda Jawa Timur, AKBP Dr. Adang Oktori. Menurutnya, saat ini Polda telah menerima laporan sebanyak 250 kasus yang berkaitan dengan penyimpangan dana desa.
“Pengelolaan dana desa itu rentan penyimpangan, itu kami masukkan ke korupsi,” katanya usai mengisi acara Sosialisasi Hukum Pencehan Tindak Pidana Korupsi di Sumenep, Selasa, 27 Februari 2018.
Menurutnya, dari laporan itu, sekitar separuh telah diproses. Saat ini sekitar 19 kepala desa yang telah masuk bui. Kasus tersebut tersebar si beberapa kabupaten/kota di wilayah kerja Polda Jatim, seperti di Bojonegoro lima kasus, dan Jember, Magetan serta Malang. Sementara di Kabupaten Sumenep hingga saat ini belum ada laporan atau kasus korupsi yang berkaitan dengan dana desa.
“Separuh sudah masuk penjara. Kami tidak main-main dalam penindakan hukum,” tegasnya.
Dari hasil penanganan kasus itu, lanjut Adang Oktori, rata-rata penyimpangan terjadi dalam pengadaan barang dan jasa.
Sesuai aturan, kata Adang Oktori, anggaran DD dilakukan dengan sistem swakelola atau melibatkan masyarakat dalam pekerjaan. Boleh ditenderkan apabila anggaran pekerjaan di atas Rp 200 juta dengan catatan tidak melanggar aturan.
Hanya saja apabila pengadaan dilelang berpotensi terjadi pengurangan volume, karena rekanan (PT) masih mengambil keuntungan. Dicontohkan apabila pekerjaan jalan direncanakan 1000 meter, jika pihak ketiga yang bertanggungjawab bisa tidak sampai. (JUNAIDI/MK/VEM)