SUMENEP, koranmadura.com – Meski di akhir-akhir Februari harga beras ada penurunan, namun beras tetap menjadi salah satu pemicu utama terjadinya inflasi di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, di bulan tersebut.
Sesuai rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep, pada bulan Februari kabupaten paling timur Pulau Madura kembali mengalami inflasi sebesar 0,08 persen. Lebih rendah dari inflasi Jawa Timur dan nasional yang secara berurutan 0,16 dan 0,17 persen.
Baca: Beras Picu Terjadinya Inflasi Januari 2018, Ini Faktornya
Kepala BPS Sumenep, Syaiful Rahman menjelaskan, dari tujuh kelompok pengeluaran, lima kelompok di antaranya mengalami inflasi. Sedangkan dua kelompok deflasi.
Lima kelompok yang mengalami inflasi, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 1,04 persen; kelompok sandang 0,47 persen; kelompok kesehatan 0,20 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,03 persen; dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga 0,03 persen.
Sedangkan dua kelompok yang mengalami deflasi yakni kelompok bahan makanan sebesar 0,53 persen dan kelompok perumahan, air, liatrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,02 persen.
Dikatakan, komoditas utama yang memberikan andil besar terhadap inflasi Sumenep pada Februari adalah beras, bawang putih, dan pecel. “Sedangkan komoditas yang memberikan andil besar terjadinya deflasi ialah telur ayam ras, daging sapi dan udang basah,” katanya, Selasa, 6 Maret 2018.
Rahman menjelaskan, beras masih menjadi pemicu terjadinya inflasi Sumenep pada Februari karena harganya masih cukup tinggi meski telah ada penurunan. “Penyebabnya dikarenakan belum adanya panen raya di bulan Februari,” tambahnya.
Sementara berkaitan dengan bawang putih yang juga memiliki andil terbesar terhadap inflasi, menurutnya karena pasokan bawang putih sejak 2018 hanya mengandalkan dari dalam negeri. Sedangkan produksi bawah putih di dalam negeri sendiri berkurang karena faktor cuaca. “Sehingga harganya terus merangkak naik,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/MK/VEM)