ACEH, koranmadura.com – Di era Jokowi, petani garam di wilayah Aceh, dapat meraup Rp 12 juta per bulan. Hal ini di antaranya dialami oleh Azhar (51), yang memiliki lokasi produksi garam di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Aceh.
Azhar mengatakan garam yang diproduksinya laku dijual Rp 7 ribu/kg. “10 tahun lalu atau 20 tahun lalu harga garam Rp 3.500 per kilogram. Mungkin tidak sesuai dengan pekerjaan kita yang kerja capek. Petani garam kan capek di bawah terik matahari. Tapi kalau harga rendah, mungkin tidak sesuai dengan pekerjaan. Tapi, kalau harga sekarang Rp 7.000 hingga Rp 8.000, jadi kita senang,” kata Azhar, Kamis, 22 Maret 2018.
Menurut Azhar, di Lom Ujong, terdapat sebuah tempat mirip gubuk yang dijadikan tempat memasak garam. Bahan baku utama pembuatan garam adalah pasir yang dijemur di bawah terik matahari.
Setelah itu, diangkut ke tempat memasak dan baru direbus. Ia mengontrol api agar tetap hidup.
Prosesnya butuh waktu tiga hingga empat jam hingga pasir bercampur air itu masak menjadi garam. Dalam sehari, Azhar mampu memasak dua kali dengan jumlah produksi mencapai 60 kilogram.
“Saya jadi petani garam rebus selama 20 tahun. Kalau anak muda kan nggak mau jadi petani garam karena bermain di bawah terik matahari. Padahal jadi petani garam uangnya lebih cepat. Hari ini kita masak, hari ini kita punya, dibanding pekerjaan lain,” ujar Azhar.
Masih kata Azhar, saat ini, di Desa Lam Ujong hanya ada enam petani garam. Usianya pun rata-rata sudah agak tua. “Kalau panas kayak gini, kami senang. Dengan panasnya mahatari, tingkat asinnya itu lebih tinggi,” ungkap Azhar.
Mengenai penghasilan, lanjutnya, tergantung cuaca, bisa 60 kilogram dalam sehari. Dari usahanya ini, Azhar bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. “Anak saya yang tau baru selesai kuliah. Saya biaya kuliah mereka dari uang garam,” ujarnya.
Karena itulah, ayah tiga orang anak ini merasa khawatir dengan keputusan pemerintah yang akan mengimpor garam. “Kalau garam diimpor, garam petani di Aceh gak ada yang mau lagi. Kalau untuk industri mungkin bisa, tapi untuk perorangan mungkin cukup dari tradisional,” jelas Azhar.
Setahun lalu, Azhar mendapat bantuan pemerintah berupa sembilan bedeng tempat produksi garam. Dalam satu bedeng, dia memprediksi mampu menghasilkan 700 kg hingga 1 ton garam. “Yang di bedeng ini garam sistem jemur. Itu butuh waktu sekitar 15 hingga 20 hari baru bisa panen. Dalam sebulan bisa panen dua kali,” ungkap Azhar. (DETIK.com/RAH/DIK)