JAKARTA, koranmadura.com – Setelah lama tidak bergaung, sinyal eksekuti mati kembali muncul dari Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Bila sinyal ini menjadi kenyataan, berarti akan terjadi eksikuti mati jilid empat.
Akan tetapi, pernyataan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung itu dinilai hanya ingin mencari perhatian publik. Mestinya, kata Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan, Jumat, 2 Maret 2018, Jaksa Agung lebih berhati-hati melemparkan isu eksekusi mati, karena dampaknya akan luar biasa terhadap Indonesia.
“Pernyataan-pernyataan yang Jaksa Agung sampaikan ke media seminggu belakangan tidak lebih sebagai upaya untuk mencari perhatian publik di panggung hukum nasional,” ujar Ricky Gunawan.
Menurut Ricky, selama ini Kejaksaan Agung hanya mengumbar pernyataan kontroversial tanpa diimbangi prestasi. Jika dibandingkan dengan penegak hukum lain, kata dia, Kejaksaan Agung institusi yang paling tertinggal.
“Oleh karena itulah, eksekusi mati jelas menjadi jalan pintas bagi Jaksa Agung untuk menunjukkan kepada publik bahwa seolah-olah institusi Kejaksaan Agung telah bekerja dengan baik,” kata Ricky.
Lagi pula, lanjut Ricky, Ombudsman RI sebelumnya menyatakan eksekusi mati jilid tiga yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung pada Juli 2016 mengandung malaadministrasi. Kejaksaan Agung harus membenahi dirinya. Bahkan rencana Kejaksaan Agung yang ingin melaksanakan eksekusi mati jilid empat kontra-produktif dengan diplomasi Indonesia di arena politik internasional.
Jaksa Agung semestinya tidak mengabaikan Indonesia yang masih berujuang menyelamatkan ratusan buruh migran yang terancam mati di luar negeri. Indonesia juga mengincari posisi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020. Selain itu, Indonesia baru saja menerima kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB pada Februari 2018.
“Eksekusi mati justru akan mencoreng citra Indonesia di hadapan komunitas internasional,” kata dia.
Ricky menyarankan Jaksa Agung lebih fokus menyelesaikan perkara korupsi besar, pelanggaran HAM masa lalu yang belum juga tuntas, dan mempercepat reformasi birokrasi di internal, bukan malah mencari sensasi. Apalagi menurut Ricky, eksekusi mati yang telah berulangkali diterapkan Indonesia terhadap kasus narkoba, tidak memberikan efek jera.
“Maraknya peredaran gelap narkotika sekalipun Indonesia telah melakukan tiga kali eksekusi mati memperlihatkan bahwa eksekusi mati tidak memberikan efek jera, sebagaimana juga telah dibuktikan melalui banyak penelitian di banyak negara,” kata Ricky. (KOMPAS.com/RAH/DIK)