SAMPANG, koranmadura.com – Sidang lanjutan kasus penganiayaan hingga meninggal dunia yang dilakukaan oleh MH (17) atas gurunya, Ahmad Budi Cahyanto, digelar Kamis, 1 Maret 2018, di Pengadilan Negeri Sampang, Madura, Jawa Timur, dengan agenda penuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam sidang ini, terdakwa MH hanya dituntut 7,5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Akan tetapi, menurut JPU, Munarwi, penuntutan tersebut sudah memenuhi pasal 338 KUHP. Seharusnya dengan pasal itu, ancamannya selama 15 tahun penjara. “Namun karena ini menyangkut anak, maka menjadi separuh dari tuntutan orang dewasa, menjadi 7,5 tahun penjara,” kilahnya.
Munarwi mengakui, tuntutan itu memang tidak maksimal, karena ada yang meringankan terdakwa. “Hal-hal yang memberatkan kepada terdakwa seperti menghilangkan sosok suami dan ayah terhadap bayi yang dikandungnya, bahkan membuat trauma istri korban. Sedangkan yang meringankan yaitu si anak ini mengakui semua perbuatannya,” paparnya.
Semua barang bukti seperti seragam telah dikembalikan kepada MH. Baju batik milik korban dikembalikan kepada Sianit Sinta, istri korban. Sedangkan cat, absensi, dan lain sebagainya sudah dikembalikan pula kepada pihak sekolah.
Di tempat yang sama, hakim anggota I Gede Perwata mengatakan, sidang saat ini merupakan sidang tuntutan kasus Budi, guru di SMAN 1 Torjun, Sampang. “Pasal yang diterapkan pasal 338 KUHP. Sidang selanjutnya itu sidang pledoi (pembelaan) dari si anak oleh penasihat hukum bersamaan dengan si anak memberikan pernyataan tertulis,” ujarnya.
Sementara Penasihat Hukum terdakwa, Hafid Syafii mengatakan pledoi yang dimaksud bukan untuk mengurangi masa tahanannya, melainkan hanya untuk memperjuangkan hak-hak kliennya sebagai anak.
“Karena tuntutannya lebih dari 5 tahun, maka pledoinya tidak cukup secara lisan, melainkan juga dengan tertulis. Pada intinya, kami menginginkan kliennya tetap mendapat hak-haknya sebagai anak yakni, melanjutkan pendidikannya. Jangan sampai masa depannya terlantar. Dan tuntutannya wajar untuk anak dan sudah maksimal berdasarkan pasal 338 KUHP,” ujarnya. (MUHLIS/RAH/DIK)