SAMPANG, koranmadura.com – Sidang kasus sabu-sabu seberat 8,75 kilogram yang menjerat Misbah dan Faisol lima kali sudah tertunda.
Misbah (37), warga Dusun Lebbak Tengah, Desa, Sotabar, Kecamatan Pasean, Kabupaten Pamekasan, sedangkan Faisol Dusun (31) asal Desa Taman, Kelurahan Mengok, Kecamatan Pujeh, Bondowoso. Keduanya diciduk di Jalan Desa Jatra Timur, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Agustus 2017, karena membawa narkoba jenis sabu-sabu.
Sidang kasus tersebut dengan agenda penuntutan yang direncanakan digelar hari ini, Kamis, 22 Maret 2018, kembali tertunda. Hal ini membuat penasihat hukum keduanya, Abd Razak protes.
“Itu sudah lama ditunda dan penanganannya sudah 200 hari lebih. Itu sih boleh-boleh saja diperpanjang. Tapi, kok lambatnya seperti ini? Saya sendiri juga tidak tahu,” kata Abd Razak saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) setempat, hari ini.
Menurut Abd Razak, penambahan masa penahanan dua terdakwa dari proses penyidikan hingga proses peradilan di meja hijau, baik dari penyidik, JPU, atau Hakim, sudah diatur dalam pasal 20 KUHP. “Tapi ada asas cepat, sederhana, dan murah, agar kepastian hukumnya jelas. Karena ini sering ditunda, ya jadi gimana, ya? Tanggal 14 Maret kemarin itu sudah 200 hari, kalau sampai sekarang, tinggal hitung saja,” ucapnya.
Ketika dikonfirmasi, Kasi Pidsus Kejari Sampang, Tulus Ardiansyah mengatakan alasan penundaan jadwal penuntutan kasus sabu itu karena jumlah barang buktinya lebih dari satu kilogram. Berdasarkan standar operational prosedur (SOP)-nya, penanganannya itu berjenjang mulai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim hingga ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pusat.
“Jadi, tentunya harus melalui Kejati baru ke Kejagung. Selain itu, kasus ini lebih dari satu kilogram, maka banyak pertimbangan dan juga dilakukan penelitian. Apakah ini masih ada hubungan dengan jaringan internasional atau tidak, termasuk keterlibatannya kemana saja,” paparnya.
Meskipun begitu, lanjut Tulus Ardiansyah, pihaknya mulai memberikan kejelasan penuntutan terhadap dua terdakwa tersebut, karena telah ada informasi meyakinkan bahwa pihak Kejagung sudah mengirimkan faks ke Kejati perihal kasus sabu tersebut.
“Kami informasikan isi faks itu pada Selasa, 27 Maret 2018. Untuk saat ini, isi faks itu, kami juga belum tahu. Sedangkan tuntutan terberatnya itu bisa hukuman 20 tahun, seumur hidup atau hukuman mati,” ucapnya.
Kalau hukuman mati, menurutnya, terlalu berat karena prosesnya akan panjang dan biaya yang akan dikeluarkan negara akan banyak. Padahal Misbah dan Faisol merupakan kurir dengan ancaman pasal yang sama yaitu, pasal 114 ayat 2 No 35 UU narkotika Tahun 2009,” tandasnya. (MUHLIS/RAH/DIK)