SAMPANG, koranmadura.com – Maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur membuat pegiat Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Korda Sampang mempertanyakan eksistensi dan kinerja Pemkab setempat.
Divisi Perlindungan Anak dan Perempuan Jaka Jatim Korda Sampang Siti Farida menuding Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) tak berpihak terhadap kasus kejahatan seksual terhadap anak yang banyak terjadi saat ini. Menurutnya, secara kelembagaan dan postur anggaran, Pemkab telah melakukannya, namun keberadaan dan kinerjanya tidak maksimal.
“Selama 2017, lembaga kami sudah melakukan pendampingan hingga 4 kasus kekerasan seksual di bawah umur. Tapi apa, penanganan dari Pemkab tidak maksimal dan terkesan tidak punya keberpihakan dalam persoalan ini,” tuturnya, usai menggelar audiensi dengan Syamsul Hidayat, kepala DKBP3A, Rabu, 18 April 2018.
Dilanjutkan Farida, darurat kekerasan anak di wilayah Kabupaten Sampang bukan hanya sebatas omongan saja. Sesuai data, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diketahui sebanyak 40 kasus selama 2017. Sedangkan di 2018 hingga April, telah mencapai 12 kasus. Sehingga, imbuhnya, penanganan setiap kasus tersebut seharusnya diperhatikan dan dimaksimalkan.
“Idealnya, untuk konseling penyembuhan trauma terhadap korban itu dilakukan sebanyak 20 kali. Tapi kenyataannya, Pemkab hanya mampu melakukannya hingga 6-7 kali konseling, itu jauh dari kata ideal. Bahkan ada yang hanya dilakukan 3 kali konseling terhadap korban,” paparnya.
Dikatakan Farida, kebijakan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tak kunjung di Perbupkan meski draftnya sudah ada.
“Sebenarnya draft tentang perberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak itu sudah ada, tapi tidak kunjung ditanda tangani untuk dijadikan perbup oleh Bupati sejak zamanya Pak Fadhilah Budiono,” imbuhnya.
Baca Juga:
- Diiming-imingi Uang, Anak SD di Sampang Direnggut Keperawanannya
- Terlapor Pencabulan Anak di Bawah Umur Lari, Polisi Bentuk Timsus
- Keluarga Korban Pencabulan Bocah Desak Polisi Segera Gelar Perkara
Sementara Kepala DKBP3A kabupaten Sampang Syamsul Hidayat, mengeluh dan mengakui jika penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih kurang masimal.
Keluhan itu disampaikan lantaran postur anggaran khusus penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak sangat minim yakni sebesar Rp 33 juta selama setahun untuk program peningkatan kualitas SDM, pelayanan dan pendampingaan korban KDRT.
Selain itu, Pemkab Sampang juga minim anggaran untuk advokasi dan fasilitas dalam program kelembagaan gender dan anak yang hanya sebesar Rp 13 juta.
“Kami sudah berupaya postur anggaran DKBP3A dimaksimalkan saat rapat pembahasan anggaran, tapi mungkin banyak pertimbangan karena saat ini anggaran lebih difokuskan untuk pilkada. Mungkin 2019 anggarannya akan ditingkatkan,” ucapnya.
Meski begitu, menurutnya penanganan korban kekerasan terus dilakukan secara maksimal oleh tim konseling P2TP2A mulai tingkat Kecamatan hingga Kabupaten yang terbentuk berdasarkan SK Bupati. Bentuk pendampingannya berupa proses hukum hingga sidang, pendampingan rohani, kesehatan (visum dan chek up), hipnoterapi untuk psikologi, art therapy, instant change technique, memory switching.
“Kita punya tim teknis di 14 Kecamatan, mereka selalu memberikan pembinaan dan edukasi kepada masyarakat dan korban kekerasan, termasuk di lingkungan pondok pesantren untuk penanggulangan dan pencegahan dini,” paparnya. (MUHLIS/ROS/VEM)