SUMENEP, koranmadura.com – Hasil pungutan liar (pungli) Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur diduga mengalir kepada salah satu oknum Kantor Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Namun tudingan itu dibantah, bahkan BPN mengklaim sebelum merealisasikan salah satu program unggulan Presiden itu, telah menekankan kepada Desa untuk tidak memungut kepada diluar surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri.
“Aparat desa saja yang nyaleneh, yang ngitung (biaya) pusat ada tim penghitungnya kita melaksanakan. Kita sudah sosialisasi kepada perangkat desa, tidak usah memikirkan orang kantor (petugas BPN,red),” kata Kasi Pencetakan Sertifikat, Kantor BPN Sumenep M Sufyan Hardi saat dikonfirmasi di tempat kerjanya, Senin, 23 April 2018.
Baca: Pungli Program PTSL Diduga Mengalir ke BPN
Menurutnya, sesuai SKB tiga menteri, biaya pengurusan PTSL hanya Rp 150 ribu setiap pemohon. Sementara pembiayaan penerbitan sertifikat di BPN digratiskan. “Sudah kami wanti-wanti kalau bermain kenak sendiri,” jelasnya.
Bahkan kata Sufyan dugaan aliran dana pungli yang sempat ramai di media beberapa hari terakhir, hanya bentuk kekecewaan kepala desa. Termasuk pengakuan kepala desa terkait anggaran konsumsi yang melekat pada BPN. Dengan begitu, Sufyan mengklaim selama ini BPN terkesan hanya dijadikan kambing hitam oleh Kepala Desa.
“Mereka cari-cari pembenaran, kita tidak usah mikir orang BPN. Logikanya, coba aja bertamu (bertamu ke rumah orang) pasti disuguhi, entah air tidak perlu lagi disediakan anggaran. Kita tidak minta, kalau ada suguhan pasti kami makan dan kami tidak tahu dari mana dananya. Kalau tidak (dimakan) dianggap tidak menghargai, di sini pemikiran beda, kalau tidak dimakan dianggap musuhan karena itu tradisi,” jelasnya.
Pria yang akrab disapa Eeng itu menuding Kepala Desa minim informasi. Sebab, Kepala Desa menganggap Program PTSL merupakan program baru. “Padahal program Prona sidah dilakukan sejak tahun 1983-1984, semua tidak ada perubahan tidak ada hal yang baru, di BPN tidak ada biayanya. Proses itu mulai dulu hanya berubah nama (ke PTSL),” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Sumenep, Idhafi menilai aliran pungli Program PTSL mengalair kepada oknum BPN Sumenep. Hanya saja untuk membuktikan aliran dana itu dianggap cukup sulit karena tidak ada bukti secara tertulis.
Selain itu, Idhafi menilai Program PTSL merupakan program baru dan menjadikan Kepala Desa sebagai korban. Seperti yang menjerat Kepala Desa Kertasada Kecamatan Kalianget beberapa waktu lalu. Dekky Candra Permana ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Ruamah Tahanan Kelas IIB Sumenep atas dugaan tindak pidana korupsi Program PTSL tahun 2017.
“Akhirnya kepala desa yang jadi korban, orang Pertanahan gak ada, padahal orang Pertanahan dari pengeluaran uang itu (hasil pungutan) ada di dalamnya juga,” katanya saat di konfirmasi di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep. (JUNAIDI/ROS/DIK)