Ketua Dewan Pembina Partai Amanat Nasional (PAN) M. Amien Rais saat ini memang tak lagi menjadi bagian dari struktur kepengurusan PP Muhammadiyah. Beliau sepenuhnya kini berkecimpung di wilayah politik hingga hampir tak ada kegiatan beliau lepas dari politik, termasuk berbagai pernyataannya.
Namun demikian, sulit mengingkari bahwa sekalipun tak lagi aktif di Muhammadiyah, sepak terjang beliau di kancah politik dilepaskan sepenuhnya dari Muhammadiyah. Apalagi awal berdirinya PAN, tempat Amien Rais aktif sekarang ini, sangat jelas terkait Muhammadiyah terutama tampilnya kader-kader Muhammadiyah sebagai pendiri. Ada persambungan sejarah antara PAN dan Muhammadiyah walau sebatas kultural. Belakangan ini memang sempat merebak keinginan PAN untuk tak lagi tergantung relasi dengan Muhammadiyah dan benar-benar mandiri sebagai partai politik modern.
Dikaitkannya aktivitas Amien Rais dengan Muhammadiyah –walau sebatas persepsi- belakangan ini sempat menimbulkan semacam kegamangan kepada sebagian anggota Muhammadiyah. Karena tak semua kader Muhammadiyah sejalan dan sependapat dengan berbagai sikap dan komentar politik Amien Rais. Pro dan kontra terhadap pernyataan Amien Rais tak pelak terjadi pula di lingkungan kader-kader Muhammadiyah terutama yang memang memiliki aktivitas politik berbeda.
Bahkan, di kalangan tokoh-tokoh senior Muhammadiyah aroma perbedaan sulit diingkari. Sikap Buya Syafi’i Maarif dan M. Din Syamsudin sangat jelas berbeda -untuk tidak disebut bertolak belakang dengan berbagai sikap dan pernyataan politik Amien Rais. Sejatinya, diakui atau tidak, ada nuansa agak terbelah walau belum sampai pada tingkat perpecahan pada kader-kader terbaik Muhammadiyah dalam menyikapi dinamika politik negeri ini.
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir agaknya merasa perlu memberi semacam bingkai moral politik melalui tulisan yang dimuat di Harian Kompas beberapa waktu lalu. Haedar Nashir secara tegas seakan mengingatkan kepada ummat Islam dan terutama warga Muhammadiyah agar menjadi kekuatan prodemokrasi, penegakan hak asasi manusia dan membangun civil society yang berkeadaban mulia. “Bukan menjadi penabuh genderang perang dan kegaduhan,” katanya.
Pucuk pimpinan Muhammadiyah itu agaknya mencium aroma kurang nyaman dari berbagai pernyataan kader Muhammadiyah yang terjun ke dalam dunia politik. Ada sesuatu yang agaknya seperti tak biasa yang dirasakan Haedar Nashir, dari kader-kader Muhammadiyah dalam menyampaikan pernyataan politik, yang tidak lagi sejalan kultur Muhammadiyah yang terkenal sangat jauh dari kebisingan dan kegaduhan apalagi bernuansa provokasi politik.
Sebagai organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah memang tegas dan jelas tidak berpolitik dan tidak memiliki keterkaitan khusus dengan partai politik. Namun Muhammadiyah memberikan kesempatan kepada kader-kader untuk terjun dalam dunia politik. Mereka yang terjun di dunia politik diharapkan membawa dan menyebarkan semangat amar ma’ruf nahi munkar Muhammadiyah di berbagai partai politik, tempat aktif para kader Muhammadiyah.
Pada point inilah terasa nilai penting pesan “bernuansa mengingatkan” Haedar Nashir agar kader Muhammadiyah yang aktif di dunia politik terus mengembangkan keadaban politik sebagai bagian menjaga nama baik Muhammadiyah. Bagaimanapun selalu muncul kemungkinan persepsi publik – walau secara riil tak memiliki hubungan organisatoris- mengkaitkan perilaku dan pernyataan politik kader-kader Muhammadiyah dengan organisasi Muhammadiyah.
Di masa lalu ketika Muhammadiyah dipimpin oleh M. Amien Rais ada penegasan menarik tentang bagaimana Muhammadiyah berpolitik. Saat itu Amien Rais menegaskan bahwa Muhammadiyah mengembangkan high politic; politik tingkat tinggi yang bukan politik praktis tapi lebih mengarah serta merupakan kontribusi moral dan nilai-nilai berbudi terhadap negeri ini. Sebuah kebijakan dan kearifan politik yang agaknya memiliki kesamaan dengan apa yang ditegaskan dan diingatkan Haedar Nashir.
Perbedaan partai politik, sikap politik, posisi politik kader-kader Muhammadiyah merupakan hal biasa yang telah lama menjadi bagian kehidupan politik di negeri ini. Para kader Muhammadiyah itu merupakan salah satu sumbangan Muhammadiyah kepada dunia politik Indonesia. Karena itu menjadi keharusan moral bagi seluruh kader Muhammadiyah untuk selalu menjaga nama baik organisasi Muhammadiyah selama aktif di dunia politik negeri ini.