JAKARTA, koranmadura.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut jika dalam konsorsium proyek e-KTP, banyak pengusaha besar yang ikut terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, KPK harus menggali informasi lebih jauh kepada mereka yang pernah diperiksa.
“Kalau kita lihat dari bermacam keterangan, jejaring korupsi kasus e-KTP ini kan mengarah ke beberapa pihak yang belum disentuh oleh KPK. Bahwa ada pengakuan lisan dari beberpa pihak itu bukan berarti kemudian menjadikan pihak yang disebutkan para tersangka itu menjadi yang bertanggung jawab karena harus dibuktikan dengan bukti lain. Tapi saya kira beberapa nama yang sempat dipanggil sampai hari ini belum dikorek lebih jauh,” kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Kamis, 19 April 2018.
Adnan memperkirakan jika Andi Agustinus alias Andi Narogong bukan aktor intektual dalam kasus e-KTP, masih ada aktor intelektual lain yang belum disentuh oleh KPK hingga saat ini.
“Saya kira begitu. Karena konsorsium besar, tidak mungkin hanya dikawal oleh 1 orang yang namanya saja baru kita dengar setelah kasus e-KTP terungkap,” ujarnya.
Adnan juga menyoroti dianulirnya status justice collabolator (JC) Andi ditingkat banding. Menurutnya, KPK harus bisa membuktikan ada aktor intelektual lain jika menganggap status JC memang pantas diterima oleh Andi.
“Kalau dalam kaca mata hakim Andi adalah pelaku utama dari sisi pengusaha ya sulit dapat JC. Itu yang harus dibuktikan KPK bahwa Andi Narogong bukan pelaku utama,” ucapnya.
Sebelumnya, diakui Pengadilan Tinggi Jakarta, bahwa Andi Narogong sangat membantu KPK mengungkap kasus proyek e-KTP. Tapi tidak berarti hukumannya harus ringan. Maka, atas dasar itu, PT DKI Jakarta memperberat hukumannya dari 8 tahun menjadi 11 tahun penjara.
“Walaupun terdakwa pelaku utama dan sebagai justice collaborator (JC), tidak dapat dilepaskan perannya yang sangat dominan, baik penganggaran maupun dalam pelaksanaan proyek e-KTP hingga negara dirugikan triliunan rupiah, terlepas statusnya sebagai justice collaborator, sehingga terdakwa dapat dikategorikan sebagai pelaku utama,” demikian dilansir website Mahkamah Agung (MA) yang dikutip detikcom, Rabu, 18 April kemarin.
Terpisah, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengaku kaget ketika mendengar putusan tersebut. Pihaknya pun menyayangkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu.
“Kami cukup kaget, ya, mendengar ketika hakim membatalkan atau tidak menerima posisi Andi Agustinus sebagai JC. Ini tentu saja kita sayangkan, meskipun tentu kami menghormati putusan pengadilan tersebut,” ujarnya. (DETIK.com/ROS/DIK)