BANGLI, koranmadura.com – Karena kesepian, Janda DR melakukan kumpul kebo dengan seorang pria di Desa Pakraman Kuning, Tamanbali, Bangli, Bali.
Menurut penuturan warga Desa Pakraman Kuning, Ngakan Banjar menyebut, kumpul kebo yang dilakukan janda dua anak tersebut telah dilakukan sejak tahun 2014. Kesal dengan perbuatan DR, warga akhirnya menyinggung perbuatan kumpul kebo itu pada acara sangkepan (paruman) pada tanggal 15 April lalu.
Menurut Ngakan Banjar, DR sempat mengelak bahwa dirinya melakukan kumpul kebo. Alasan DR adalah bahwa dirinya berperan sebagai sopir yang bertugas mengantar si pria untuk berobat. Sebab diketahui, pria yang oleh masyarakat disebut Made asal Buleleng itu memiliki penyakit polio.
“Memang dia (DR) bekerja pada si pria yang merupakan notaris berkantor di Klungkung. Tapi jika tugasnya hanya mengantar berobat ngapain sampai nginap disini? Bahkan selama bertahun-tahun,” ucapnya.
Berdasarkan keputusan paruman, pada kajeng kliwon 25 April 2018, DR dikenakan sanksi mecaru mancasata di tujuh tempat suci, yang ada di Desa Pakraman Kuning. Di antaranya, lima pura yang ada di Desa Pakraman, pertigaan, dan perempatan.
Terpisah, Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bangli, I Nyoman Sukra menuturkan, bahwa sanksi adat yang diberikan pada pelaku kumpul kebo, kembali pada awig-awig yang berlaku di masing-masing Desa Adat, terkait bagaimana prosesinya.
Pihaknya hanya menyarankan wajib melakukan penyucian wilayah. Sebab, Menurutnya, pertanggung jawaban utamanya diserahkan pada keluarga yang menerima tamu. Terlebih jika kumpul kebo telah dilakukan selama bertahun-tahun, dan si penerima merupakan janda, sebaiknya dinikahkan.
Pihaknya menegaskan, intinya untuk mengatasi peristiwa kumpul kebo tersebut memang perlu ketegasan. “Alangkah lebih baik apabila dinikahkan. Mengingat keduanya telah menjalani hubungan selama bertahun-tahun,” tandasnya. (TRIBUNBALI.com/ROS/DIK)