Koranmadura.com beberapa waktu memberitakan berita “keprihatinan” era now tentang meningkatnya perceraian di Pamekasan. Seperti ditegasan Wakil Panitera Pengadilan Agama Pamekasan, Rafiah, sebanyak 430 istri mengajukan gugatan cerai. Yang menyedihkan gugatan cerai disebabkan karena Pelakor (perebut lelaki orang) di Media Sosial.
Rafiah menjelaskan, pada tahun 2017 angka perceraian di bumi Gerbang Salam menembus angka 1.300. Artinya sudah ada 1.500 janda hingga April tahun 2018. Bahkan kalau seluruh kasus perceraian yang masuk hingga April diputus akan mencapai angka 1.730 janda. Apalagi hingga akhir tahun 2018 yang kecenderungannya bertambah.
Data-data di atas belum termasuk kasus sejenis di tiga kabupaten lainnya, di Madura. Melihat maraknya media sosial yang merata di seluruh negeri ini termasuk di Madura, ada kemungkinan peningkatan kasus perceraian karena media sosial juga terjadi di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep.
Peningkatan angka-angka memprihatinkan ini memperlihatkan ketaksiapan masyarakat dalam menghadapi era media sosial. Kemudahan komunikasi dan informasi sejatinya memberikan manfaat ternyata membawa akibat serius pada persoalan keluarga. Ini belum lagi merebaknya hoax, ujaran kebencian, fitnah, plintiran berita dan hal-hal buruk lainnya, yang umumnya lebih berhubungan dengan persoalan politik.
Namun dampak pada keluarga ini agak mengagetkan bila benar merebak terjadi di Madura. Sebab secara kultural masyarakat Madura dikenal sangat menghargai ikatan keluarga atas dasar kesadaran keterikatan keagamaan. Sudah lama diketahui budaya masyarakat Madura, yang sangat keras merespon berbagai gangguan yang menyangkut ikatan keluarga. Kasus carok misalnya, banyak berkaitan persoalan kecemburuan yang menggambarkan kuatnya sikap protektif masyarakat Madura pada ikatan pernikahan.
Karena itu fenomena gugatan perceraian akibat media sosial perlu dicermati dan mendapat perhatian secara serius terutama dari kalangan pemuka agama, petugas kementrian agama serta tokoh-tokoh masyarakat. Bahwa ada virus pergeseran cara pandang terhadap ikatan pernikahan dari sebagian masyarakat Madura akibat merebaknya media sosial yang perlu dicegah penyebarannya. Sebab bukan hanya fenomena memprihatinkan itu bertentangan dengan budaya Madura yang sangat menjaga ikatan pernikahan. Lebih jauh lagi, yang perlu diwaspadai problem-problem keluarga itu dapat menyebabkan terganggunya persiapan regenerasi.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa keretakan keluarga sering menyebabkan munculnya persoalan terganggunya perkembangan anak. Anak sangat rentan mengalami berbagai persoalan sosial ketika terjadi keretakan keluarga. Pendidikan dan pembinaan anak mudah sekali terabaikan atau mudah sekali terjadi persoalan psikologis dalam perkembangan anak.
Di tengah perkembangan sosial seperti sekarang ini, ketika serbuan berbagai informasi negatif menyebar tanpa kendali, sudah tentu problem ikatan keluarga yang sering berdampak pada perkembangan anak, akan makin mudah memberikan dampak buruk pada anak. Ujungnya regenerasi masyarakat akan terganggu karena peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia jauh dari berkembang sewajarnya apalagi mencapai taraf optimal.
Sangat jelas bahwa persoalan perceraian ini berdampak efek domino serius sekali terutama dapat mengganggu pendidikan dan pembinaan generasi mendatang. Karena itu semua kalangan yang memiliki kaitan peran terhadap penguatan ikatan pernikahan perlu semaksimal mungkin berupaya keras mengurangi faktor-faktor yang menjadi penyebab retaknya ikatan pernikahan. Perlu pula upaya penguatan kesadaran pemahaman nilai penting ikatan keluarga demi masa depan generasi mendatang.
Hanya dari ikatan keluarga harmonislah, yang jauh dari keretakan generasi muda dapat dipersiapkan dengan lebih baik. Dan hanya dari keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah akan lahir generasi muda berkualitas baik moral, intelektual dan potensi-potensi lainnya. Ayo perkokoh ikatan keluarga demi masa depan Indonesia yang lebih baik.