JAKARTA, koranmadura.com – Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bersama pimpinan DPR melakukan pertemuan informal. Dari pembahasan itu, Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengkaji kembali system pelaksanaan pilkada langsung.
Hal itu diungkapkan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai melakukan pertemuan. Menurutnya, akan dilihat apakah pilkada langsung dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia atau sebaliknya.
“Jadi terkait pilkada langsung yang kita pilih dalam sistem demokrasi kita, akhir-akhir ini setelah kita evaluasi ternyata banyak masalah yang kita hadapi. Dan kita juga minta kepada kelompok masyarakat, tokoh masyarakat untuk melihat kembali apakah pilkada langsung ini memberikan manfaat banyak kepada masyarakat atau sebaliknya,” katanya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 April 2018.
Bamsoet meminta seluruh kekuatan politik yang ada mempelajari sistem pelaksanaan pilkada langsung saat ini. Ia menuturkan sistem tersebut akan dilanjutkan jika memang memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Kita minta seluruh kekuatan politik yang ada melihat kembali, mempelajari kembali kalau memang pilkada langsung memberikan manfaat banyak kepada masyarakat akan kita teruskan,” tuturnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Tjahjo mengatakan pemerintah bersama pihak penegak hukum siap menjamin pelaksanaan Pilkada 2018 berjalan dengan lancar dan aman.
“Karena pihak kepolisian dengan didukung oleh TNI dan BIN optimal mengamankan penuh. Kemudian kami juga terus berkomunikasi, mem-back up apa-apa yang dibutuhkan oleh KPU dan Bawaslu,” ujar Tjahjo.
Terkait dengan evaluasi pilkada, Tjahjo menyampaikan prinsip semangat pemerintah dalam menyukseskan Pilkada 2018 adalah semangat hak memilih kepala daerah tetap berada di tangan rakyat. Namun, menurutnya, pilkada langsung saat ini terlalu banyak memakan biaya dan hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
“Bagaimana seseorang mau maju pilkada, habisnya saja kalau mau jujur puluhan miliar, padahal nggak sesuai dengan apa yang didapat. (Misalnya) dia seorang tokoh yang dipilih mempunyai amanah, tapi terlibat korupsi. Jadi intinya itu tadi, ini baru tahap diskusi tadi dan baru direspons oleh KPK,” sebut dia. (DETIK.com/ROS/VEM)