SEMARANG, koranmadura.com – Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan mengungkap, 39 persen mahasiswa di Indonesia sudah terdoktrin paham radikalisme. Bahkan, 3 perguruan tinggi menjadi perhatian khusus BIN karena bisa menjadi basis penyebarannya.
Hal itu diungkapkan Budi Gunawan, saat menjadi pembicara dalam Kongres IV BEM PTNU se-Nusantara di kampus Unwahas Semarang. Menurutnya, dari riset BIN tahun 2017 diketahui 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA sederajat setuju dengan tegaknya negara Islam di Indonesia.
“Ini bisa mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini,” kata Budi, Sabtu, 28 April 2018.
Dilanjutkan Budi, dari survei itu juga diketahui, sebanyak 39 persen mahasiswa di Indonesia sudah terdoktrin paham radikalisme.
“39 persen mahasiswa terpapar paham radikal. Ada 15 provinsi yang jadi perhatian kita dan terus amati pergerakannya,” paparnya.
Dia mengungkapkan, ada 3 perguruan tinggi yang menjadi sorotan BIN karena berpotensi menjadi basis penyebaran paham radikalisme. Namun, meski demikian, dia tidak menjelakan nama dan ada di mana ketiga universitas itu.
“Ada 3 perguruan tinggi yang sangat jadi perhatian kita karena kondisinya bisa jadi basis penyebaran paham radikal,” tegasnya.
Mahasiswa, lanjut Budi, memang sering dijadikan target penyebaran paham radikal oleh pelaku-pelaku terorisme. Mereka jadi target cuci otak kemudian dicekoki pemahaman-pemahaman teroris.
“Kampus jadi lingkungan menjanjikan bagi pengusung paham radikal dan menjadikan mahasiswa sebagai target brainwash (cuci otak) dengan manfaatkan kepolosoan mahasiswa,” terangnya.
Salah satu mahasiswa yang terjebak dalam paham itu dan menjadi teroris yaitu Bahrun Naim. Budi menjelaskan Bahrun Naim mulai melibatkan diri dengan paham radikal ketika menjadi mahasiswa di Surakarta atau Solo dan sekitarnya.
“Contoh Bahrun Naim, pemuda yang melibatkan diri dengan radikalisme sejak kuliah. Kondisi ini tentu menegaskan kampus menjadi target kelompok radikal untuk ekspansi ide, ideologi, dan brainwash,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, dia berharap para mahasiswa harus mampu mencegah pemahaman radikal agar tidak mempengaruhi mereka. Mahasiswa harus paham mana yang baik dan buruk. “Saya harap, teman-teman mahasiswa mampu pilahkan mana baik dan buruk,” tandasnya. (DETIK.com/ROS/DIK)