SUMENEP, koranmadura.com – Perubahan struktur di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumenep, Madura, Jawa Timur dinilai belum efektif menekan maraknya angka tenaga kerja indonesia (TKI) Iligal.
Buktinya, setiap tahun banyak warga asal kota berlambangkan kuda terbang ini yang berangkat ke negeri jiran melalui pelabuhan tikus. Baik melalui jasa tekong atau karena dipanggil familinya di negeri orang.
“Kami tidak percaya jika angka TKI ilegal itu menurun. Faktanya begitu, meskipun secara angka mengalami penurunan,” kata Aktivis Kepulauan Sumenep Wayhu, Rabu, 4 April 2018.
Menurutnya, berdasarkan analisis sementara angka TKI setiap tahun dipastikan meningkat. Mereka berasal dari salah satu Kepulauan Sumenep.
“Jadi, bisa dikatakan perubahan struktur di Disnakertrans tidak bisa menekan tingginya angka TKI ilegal,” kata pria yang pernah menjadi tekong itu.
Terpisah Kepala Disnakertrans Sumenep Mohammad Fadillah membatah hal itu. Berdasarkan data yang dimiliki, angka TKI Ilegal terus mengalami penurunan.
Tahun 2017 angka TKI Ilegal di Sumenep mencapai 390 orang, sementara tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 170 TKI Ilegal. “Jadi sudah lebih 200-san lah penurunan angka TKI Ilegal,” jelasnya.
Penurunan itu kata Fadillah, imbas dari sosialisasi yang dilakukan oleh instansi yang saat ini digeluti. Sosialisasi itu dilakukan di berbagai daerah yang dinilai menajadi kantong TKI, seperti di Kecamatan Ganding, Guluk-guluk, Dasuk, Batu Putih, dan Pulau Kangean.
“Kami tidak melarang masyarakat bekerja ke negara lain, tapi harus melalui jalur resmi dan mempunyai keahlian,” tegasnya. (JUNAIDI/ROS/VEM)